DENPASAR, MENITINI.COM- Tidak ingin kena getah dari nangka yang dimakan pihak lain, Pengadilan Negeri (PN) Denpasar langsung menanggapi pemberitaan terkait “kasus landak”, yang saat ini bergulir di persidangan.
Seperti diketahui, persidangan dengan terdakwa, I Nyoman Sukena, yang diadili karena memelihara landak, hewan yang dianggap hama bagi petani, memicu polemik di masyarakat.
Lelaki asal Banjar Karang Dalem II, Desa Bongkasa Pertiwi, Abiansemal, Badung ini tidak tahu, niat baiknya lima tahun lalu memelihara landak yang ditemukan ayah mertuanya di ladang, berakhir di kursi pesakitan.
“Ayah mertua menemukan dua ekor anak landak di ladang, kawasan Bongkasa. Binatang itu masih kecil seukuran anak kucing. Saya memeliharanya sampai kemudian melahirkan anak dua ekor,” ungkap Sukena ketika ditemui di ruang tahanan seusai sidang.
Dikatakan, dirinya tidak tahu jenis landak yang dipelihara adalah landak Jawa (Hystrix javanica), satwa yang dilindungi.
Singkatnya, Petugas dari Ditreskrimsus Polda Bali, Senin, 4 Maret 2024 mendatangi rumahnya, membawa Sukena dengan barang bukti empat landak.
Setelah menjalani pemeriksaan, Sukena ditetapkan sebagai tersangka tetapi tidak ditahan dan hanya dikenai wajib lapor.
Apesnya, ketika tahap dua, pelimpahan tersangka dan barang bukti dari penyidik Polda Bali ke Jaksa Penuntut di Kejati Bali, Sukena ditahan dan dititipkan di Lapas Kerobokan.
Dalam sidang dakwaan, Kamis, 29 Agustus 2024 lalu, Jaksa Penuntut Umum (JPU), Dewa Gede Ari Kusumajaya dari Kejati Bali mendakwa Sukena dengan Pasal 21 ayat (2) huruf a Jo pasal 40 ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 5 tahun 1990 tentang KSDA-HE Jo Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa sebagaimana diatur kembali pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup.
Terdakwa berusia 38 tahun ini terancam hukuman penjara paling lama lima tahun.
Diadili, peternak ini kemudian mendapat simpati dari masyarakat dan menimbulkan polemik terutama terkait penahanan Sukena yang dinilai berlebihan dan tidak memenuhi rasa keadilan.
Menyikapi polemik ini, Humas dan Juru Bicara PN Denpasar, I Wayan Suarta menjelaskan, persidangan perkara landak saat ini masih berlangsung, sidang selanjutnya, Kamis, 12 September 2024 dengan agenda sidang pemeriksaan saksi meringankan (ade charge) dan pemeriksaan terdakwa. “Belum ada putusan hakim atau vonis terhadap terdakwa I Nyoman Sukena,” tegas Wayan Suarta.
Lebih lanjut dikatakan, ancaman pidana dari pasal yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp100 juta, dan itu bukan vonis atau putusan dari majelis hakim.
“Hal itu merupakan rumusan Undang-Undang yang menjadi batasan atau acuan dalam menjatuhkan putusan, mulai dari 1 hari sampai paling lama 5 tahun,” lanjut Suarta.
Terkait dengan penahanan Sukena, Humas dan Jubir PN Denpasar mengatakan, terdakwa dilakukan penahanan oleh Penuntut Umum sampai dengan dilimpahkan ke persidangan dan majelis hakim hanya melanjutkan proses penahanan tersebut untuk kepentingan persidangan.
Sementara tim penasihat hukum terdakwa telah mengajukan permohonan penangguhan atau pengalihan tahanan dalam sidang, Kamis, 5 September 2024 lalu.
“Permohonan tersebut adalah hak terdakwa dan majelis hakim telah menyatakan akan memberikan jawaban pada persidangan hari Kamis, 12 September 2024,” jelasnya.
Lebih lanjut dikatakan, PN Denpasar mengharapkan masyarakat Bali pada umumnya, bersikap tenang dan mempercayakan proses persidangan ini kepada majelis hakim.
“Majelis Hakim akan mempertimbangkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan, termasuk perkembangan di masyarakat dalam mengambil keputusan dalam penyelesaian perkara landak ini,” tandas Wayan Suarta. (M-003)