Selasa, 15 Oktober, 2024

RUU Perampasan Aset Harus Memastikan Proses Hukum Berkeadilan

Ilustrasi
Ilustrasi. (Foto: Net)

JAKARTA,MENITINI.COM-Anggota Komisi III DPR RI Taufik Basari berharap, diskusi dan pembahasan RUU Perampasan Aset didasarkan pada perdebatan hukum, bukan perdebatan politis atau bersandar pada isu populer ataupun emosional.

Menurutnya, selama ini, narasi yang dibangun adalah bahwa seolah DPR menghambat atau menolaknya, sementara kenyataannya naskah RUU tersebut masih ada di pemerintah dan baru beberapa hari ini diserahkan ke DPR.

“Saya khawatir perdebatan hukum yang terjadi malah dipolitisasi kembali seolah-olah perdebatan yang nantinya terjadi karena ada penolakan. Padahal, semata hal tersebut adalah perdebatan hukum untuk memastikan UU tetap sesuai dengan prinsip-prinsip hukum,” tutur Taufik sepereti dikutip Parlementaria, Minggu (7/5/2023).

Surat presiden berikut naskah RUU Perampasan Aset Terkait dengan Tindak Pidana telah dikirimkan kepada DPR pada Kamis (4/5/2023). Presiden Joko Widodo menugaskan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H Laoly, Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin, serta Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo menjadi wakil pemerintah dalam pembahasan RUU Perampasan Aset bersama DPR.

Komisi III DPR berharap agar pembahasan Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset Terkait dengan Tindak Pidana berfokus pada perdebatan hukum, bukan perdebatan politis. Pembahasan RUU tersebut dinilai perlu hati-hati agar tidak melanggar proses hukum yang adil, peradilan yang jujur dan adil, dan asas praduga tidak bersalah.

Politisi dari Fraksi Partai NasDem ini mengaku belum mengetahui substansi dari naskah RUU Perampasan Aset yang baru dikirim pemerintah. Menurut Taufik, selama ini yang menjadi diskursus terkait isu hukum perampasan aset adalah pada pengaturan mekanisme hukum perampasan asetnya.

Yang akan jadi perdebatan hukum, kata dia, adalah RUU itu nantinya akan menerapkan non-conviction based asset forfeiture (NCB-AF) atau perampasan aset tanpa tuntutan pidana atau tidak. Taufik menegaskan, perdebatan itu bukan berarti penolakan terhadap NCB-AF mendukung kejahatan korupsi dan tidak mendukung pemberantasan korupsi. Namun, hal itu terkait persoalan prinsip hukum dan hak asasi manusia tentang jaminan terhadap proses hukum yang sesuai prinsip peradilan yang jujur dan adil, serta asas praduga tak bersalah.

“Apabila diterapkan, maka selain berpotensi melanggar prinsip-prinsip hukum ini juga jika tidak hati-hati dapat membuka kesempatan penyalahgunaan kewenangan oleh aparat penegak hukum ataupun dengan alasan politis,” tutur Taufik.

Untuk mengatasi hal itu, kata Taufik, RUU Perampasan Aset harus secara ketat mengatur dan memastikan agar jaminan terhadap proses hukum dan peradilan yang jujur dan adil menjadi dasarnya. Selain itu, harus diatur pula mekanisme pengujian (challenge) atas tindakan perampasan aset yang sewenang-wenang atau jika terdapat kesalahan untuk melindungi orang yang tidak bersalah. (M-003)

  • Editor: Daton