Proses Diagnosis
Afasia biasanya pertama kali dikenali oleh dokter yang merawat pasien dengan cedera kepala atau riwayat stroke. Tidak menutup kemungkinan, keluarga atau orang terdekat mulai mengalami gangguan berkomunikasi secara terus menerus sehingga berinisiatif untuk memeriksakan pasien. Pasien akan menjalani pemindaian magnetic resonance imaging (MRI) atau CT-Scan untuk memastikan adanya cedera otak dan untuk mengidentifikasi lokasi yang tepat. Sebelumnya, dokter akan mengawali dengan pemeriksaan neurologis dan kemampuan berbahasa dan komunikasi. Jika ada kecurigaan afasia akan dirujuk ke ahli patologi wicara-bahasa untuk menilai kemampuan komunikasi komprehensif. Hal yang dinilai antara lain kemampuan berbicara, mengungkapkan ide, berkomunikasi secara sosial, memahami bahasa, membaca dan menulis.
Bagaimana Terapinya?
Tujuan utama terapi afasia adalah menangani penyebabnya dulu. Sebagian besar kasus akan membaik tanpa terapi ketika penyebab tertangani deengan baik. Tetapi dalam banyak kasus dapat menetap setelah terapi awal selesai. Dalam kasus ini memerlukan terapi wicara-bahasa untuk membantu pasien mendapatkan kembali kemampuan mereka untuk berkomunikasi. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi jumlah perbaikan termasuk penyebab cedera otak, area otak yang rusak dan luasnya, serta usia dan kesehatan individu. Terapi afasia bertujuan untuk meningkatkan kemampuan seseorang berkomunikasi dengan membantunya menggunakan kemampuan bahasa yang tersisa, mengembalikan kemampuan bahasa sebanyak mungkin, dan mempelajari cara berkomunikasi lainnya, seperti gerak tubuh, gambar, atau penggunaan perangkat elektronik. Terapi individu berfokus pada kebutuhan spesifik tiap orang, sementara terapi kelompok menawarkan kesempatan untuk menggunakan keterampilan komunikasi baru dalam pengaturan kelompok kecil.