JAM-PIDUM Setujui Tiga Pengajuan Restorative Justice

JAKARTA,MENITINI.COM-Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Dr. Fadil Zumhana menyetujui 3 (tiga) Permohonan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.

Ekspose dilakukan secara virtual, Senin (23/05/2022) yang dihadiri oleh JAM-Pidum Dr. Fadil Zumhana, Direktur Tindak Pidana Terhadap Orang dan Harta Benda Agnes Triani, S.H., M.H., Koordinator pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum, Kepala Kejaksaan Tinggi dan Kepala Kejaksaan Negeri yang mengajukan permohonan restorative justice serta Kasubdit dan Kasi Wilayah di Direktorat T.P. Oharda.

Tiga berkas perkara yang dihentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif tersebut adalah tersangka Stive Geraldo Michael Abaa dari Kejaksaan Negeri Seram Bagian Barat yang disangka melanggar Pasal 310 Ayat (4) Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, tersangka Hermansyah Bin H.M Yamin dari Kejaksaan Negeri Ogan Komering Ilir yang disangka melanggar Pasal 312 Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan tersangka Novanyah Bin Albidin dari Kejaksaan Negeri Ogan Komering Ilir yang disangka melanggar Pasal 312 Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

BACA JUGA:  Penuhi Panggilan Penyidik, Artis Sandra Dewi Diperiksa 4,5 Jam

Dalam keterangan tertulisnya, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung RI, Ketut Sumedana menyebutkan alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restorative, diantaranya adalah karena telah dilaksanakan proses perdamaian dimana tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memaatkannya, tersangka belum pernah dihukum, tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana, ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun, tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya, proses perdamaian dilakukan secara sukarela, dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan dan intimidasi, tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar, pertimbangan sosiologis, serta  masyarakat merespon positif.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *