Minim Populasi, Harga Daging Babi Mahal, Pedagang Sate Menjerit

DENPASAR, MENITINI.COM–Minim populasi ternak babi di Bali menyebabkan harga daging babi melonjak tinggi. Tingginya kenaikan itu membuat pedagang sate babi menjerit. Pasalnya, daging babi ini sangat mahal mencapai harga Rp90 ribu per kilogram.

Seperti diungkapkan pedagang sate babi Evi. Ia mengeluh harga daging babi yang sangat mahal ini. “Daging babi mahal sejak adanya wabah penyakit babi lalu,” katanya seperti dikutip Surat Kabar POS BALI Sabtu (8/1/2021). 

Ia bersyukur telah memiliki langganan tetap dan dikirim langsung ke rumahnya, sehingga mendapatkan harga yang lebih murah, yakni Rp80 ribu per kilogram. “Kadang dapat kadang tidak, karena daging babi langka. Jadi saya stok di rumah untuk memenuhi kebutuhan jualan,” ujarnya

Hal senada juga dikatakan pedagang sate babi Men Iluh. Selain daging babi mahal, harga bumbu juga naik. Khususnya harga cabai yang semakin ‘pedas’, tembus hingga Rp100 ribu per kilogram. “Terpaksa saya naikkan harga per porsi tipat sate menjadi Rp20 ribu. Biasanya saya jual per porsi hanya Rp15 ribu,” ujarnya.

BACA JUGA:  Pasar Mardika yang Baru Diresmikan Pemprov Maluku, Tak Mampu Tampung Pedagang

Di tempat terpisah, Ketua Gabungan Usaha Peternakan Babi (GUPBI) Bali I Ketut Hari Suyasa mengatakan, harga daging mahal tersebut disebabkan karena populasi babi sedikit.

Menurutnya, populasi babi di Bali awalnya berjumlah 988 ribu ekor. Namun karena adanya dugaan wabah African Swine Fever (ASF), di empat kabupaten/kota, Tabanan, Badung, Gianyar dan Denpasar membuat populasi turun dan tersisa hanya 10 persen dari jumlah itu, bahkan jauh dibawahnya.

“Enam bulan lalu, populasi yang tersisa hanya 6,5 ribu ekor. Dan peternak tidak berani melakukan re-stocking, karena wabah saat itu sedang berkembang. Jadi bisa dibayangkan saat ini, babi itu sangat kecil populasi dan tidak bisa diantisipasi, sehingga harga menjadi meningkat,” tuturnya. 

BACA JUGA:  Tingkatkan Tingkat Hunian, Efektivitas Konten Event Sangat Diperlukan, Begini Penjelasan Direksi ITDC

Ia menambahkan, harga seekor babi di peternak besar telah menembus Rp50 ribu per kilogram, sedangkan di masyarakat umum di kisaran Rp45 ribu per kilogram. “Ini untuk harga per kilogram babi hidup. Kalau dagingnya itu biasanya dikali dua dari harga berat babi yang masih hidup,” katanya.

Pihaknya berharap, pemerintah memberikan bantuan pengadaan bibit kepada para peternak yang terdampak untuk meningkatkan populasi. “Dari Pemerintah Provinsi Bali, katanya akan ada bantuan senilai Rp1 miliar untuk pengadaan bibit babi. Dan kami sangat mensyukuri bantuan ini. Mudah-mudahan menjadi langkah awal bagi kami dalam meningkatkan populasi babi. Apalagi bibit sangat mahal, berat 10 kilogram Rp1,5 juta per ekor,” tandasnya.

BACA JUGA:  Catat! 77 Ribu Pergerakan Penumpang dan 440 Pergerakan  Pesawat  Saat Puncak Arus Balik

Sementara itu, Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali IB Wisnuardhana mengatakan, harga daging naik disebabkan karena adanya suspek ASF, sehingga populasi babi di Bali menurun drastis yang terjadi sejak Desember 2019 hingga Maret 2020 lalu. “Itu awalnya sehingga banyak babi mati. Bahkan tidak hanya di Bali, di sentra-sentra peternakan babi seperti di Medan, NTT, Jawa Tengah dan lainnya juga mengalami hal yang sama,” tuturnya.

.IB Wisnuardhana juga membenarkan, sesuai arahan Gubernur Bali Wayan Koster dan telah disetujui DPRD Bali, tahun 2021 ini diusulkan anggaran untuk re-stoking babi. “Kita  fokuskan bantuan bibit babi untuk kelompok-kelompok peternak di kabupaten/kota yang babinya banyak mati. Sementara ini, anggaran yang disetujui sebesar Rp1 miliar,” katanya. all/poll

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *