DENPASAR, MENITINI– Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui Direktur Pengelolaan Sampah berkunjung ke mitra kerja Indonesia Packaging Recovery Organization (IPRO). “Kunjungan ini terkait pelaksanaan Permen KLHK No. P75/2019 dimana produsen wajib menarik kembali kemasan untuk didaur ulang atau diguna ulang,” kata Novrizal Tahar Direktur Pengelolaan Sampah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dalam jumpa pers jarak jauh dengan mitra IPRO di Denpasar, Selasa (1/12).
Pihkanya mengapresiasi keberadaan IPRO sebagai mitra penting para produsen dalam penarikan dan pengumpulan kembali kemasan pasca konsumsi untuk didaur ulang.
Ini adalah langkah nyata komitmen dan tanggung jawab produsen dalam implementasi peta jalan pengurangan sampah oleh produsen.
IPRO dapat menjadi model pengembangan kemitraan kolektif dalam penarikan dan pengumpulan kemasan pasca konsumsi di Indonesia.
“Saya mendukung keberadaan IPRO karena dapat menjadi langkah awal membangun ekosistem circular economy dan tentunya berharap produsen lain dapat bergabung ke dalam IPRO. Ke depan, pola pengelolaan sampah harus berubah tidak lagi menggunakan pola linear tapi menjadi circular. Tujuannya memperoleh manfaat ekonomi, sosial dan lingkungan. Saat ini Indonesia tengah menuju circular economy dalam pengelolaan sampah. Circular economy bisa diwujudkan jika semua pihak berkolaborasi mengelola sampah untuk menjaga bumi tetap lestari,”paparnya
Sementara IPRO adalah organisasi independen non profit, yang fokus pada peningkatan pengumpulan dan daur ulang sampah kemasan. IPRO beranggota 8 perusahaan yakni, Coca Cola, Indonesia, Danone Indonesia, Indofood Sukses Makmur, Nestle Indonesia, Tetra Pak Indonesia dan Unilever, Sampoerna Indonesia dan SIG.
Sejauh ini IPRO melaksanakan beberapa program dengan menggandeng sejumlah mitra kerja di Bali. Mitra kerja IPRO yang dikunjungi KLHK antara lain Eco Bali, Bali PET, Mckinsey.org, dan Bali Waste Cycle. IPRO melihat, pentingnya kolaborasi semua pihak , terutama dalam mengumpulkan sampahkemasan, untuk dipasok ke industry daur ulang.
General Manager IPRO Zul Martini Indrawati menyatakan, setiap pemangku kepentingan punya peran masing-masing. “Kami bekerja dengan secara kolaboratif dengan pendekatan Extended Stakeholder Responsibility (ESR) yakni mengajak para pemangku kepentingan, mulai dari swasta dan sektor formal maupun informal untuk mengelola kemasan pasca pakai menjadi bahan baku yang dibutuhkan oleh industri daur ulang,” kata Martini
Melalui konsep ESR, para pemangku kepentingan terlibat bersama mengelola sampah kemasan untuk mewujudkan circular economy. Circular economy merupakan sistem yang mempertahankan nilai material agar dapat digunakan berulang-ulang dan juga mengurangi sampah. Saat ini, Indonesia tengah menuju sistem circular economy dalam pengelolaan sampah.
Untuk mengimplementasikan circular economy, salah satu program IPRO adalah bagaimana meningkatkan kapasiitas pengelolaan sampah di pusat-pusat pengumpulan seperti di TPS3R dan TPST.
Oleh karena itu, pada 15 November lalu, IPRO melakukan penandatangan dengan PT Reciki Solusi Indonesia dalam pengembangan Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) Samtaku yang berlangsung di Jimbaran, Bali. Tujuannya mendukung target Pemerintah zero waste to landfill. poll/sel