750 Ribu Apa Cukup Untuk Konservasi Borobudur? Simak Faktanya!

Awal Temuan dan Upaya Konservasi

Candi Borobudur adalah sebuah tempat peribadatan Buddha sejak awal pembangunan hingga antara abad 10-15. Masih menjadi misteri mengapa candi terkesan ditinggalkan dan sengaja ditutupi keberadaannya oleh tanah dan semak. Salah satu tim penggalian Raffles mendengar kemungkinan keberadaan candi megah ini dan memulai ekskavasi pertama tahun 1814. Dari gambar pada publikasi beliau, seluruh struktur candi masih utuh dan dapat tertata rapi. Sejak ini, terdapat 2 kali upaya konservasi besar:

– Konservasi Tahap 1 (1907-1911)

Walau upaya ekskavasi dan restorasi oleh Raffles berjalan baik, sayangnya kondisi peperangan tidak bersahabat. Stabilitas Borobudur berada dalam keadaan genting, sehingga perlu restorasi pertama kali. Penggagasnya adalah Pemerintah Hindia Belanda yang berlangsung dari 1907 sampai 1911. Insinyur yang bertugas adalah Theodore Van Erp dengan mengikuti pendekatan konservasi yang modern pada saat itu serta mengacu pada penghormatan tinggi terhadap keaslian monumen. Kondisi finansial Hindia Belanda yang sedang goyah membuat keterbatasan dana. Namun begitu, van Earp berhasil menstabilkan beberapa teras, memperbaiki sistem drainase air dan menyiapkan dokumentasi dengan rinci.

BACA JUGA:  Pantai Jerman Ramah Keluarga, Desa Adat Kuta Berbenah Menambah Daya Tarik

– Konservasi Tahap 2 (1973-1982)

Borobudur semakin dikenal global dan mendapat perhatian dari UNESCO. Konservasi kedua pada tahun 1973-1982 merupakan kerjasama UNESCO World Heritage dengan Pemerintah Indonesia. Ahli dari berbagai bidang terlibat dalam konservasi kedua ini dan merupakan proyek skala besar. Dengan menggunakan teknologi tercanggih saat itu, bagian-bagian besar dari candi mengalami pembongkaran, penguatan struktur dengan elemen beton dan mulai mengenalkan sistem drainase internal. Tidak hanya bongkar pasang, seluruh blok batu dibersihkan sebelum dipasang kembali berdasar dokumentasi konservasi tahap 1 dan gambaran Raffles.

Isu Konservasi Tahunan Borobudur

Situs megalitik tentu mendapat paparan hebat dari alam. Aktivitas seismik dan vulkanik dapat mengganggu kestabilan pondasi serta struktur tanah sekitar candi. Selain itu, rembesan air pada dinding candi dan pembentukan kerak pada permukaan batu berpotensi merusak relief. Saat ini, isu konservasi makin bertambah karena tingkat kunjungan massal yang meningkat. Area-area dan relief yang rapuh harus menghadapi tambahan gravitasi saat pengunjung yang abai duduk pada bangunan candi padahal sudah ada peringatan. Resiko pengikisan batuan akibat tempelan permen karet, bekas makanan dan ludah juga dapat mengikis lantai candi. Upaya konservasi tahunan sangat penting untuk menjaga Borobudur, sayangnya biaya tidak sedikit. Apa saja yang perlu mendapat pemantauan menurut UNESCO?

BACA JUGA:  Liburan Dua Hari, Penumpang di Bandara Ngurah Rai Melonjak

Perbaikan yang memperpanjang usia relief

Pertama yaitu identifikasi kerusakan candi serta penyebabnya. Sistem pemetaan berdasarkan dokumentasi fotografi merupakan cara yang berguna untuk perencanaan intervensi. Pemeriksaan non-destruktif pada situs dan laboratoris juga perlu untuk memahami situasi kerusakan pada candi. Hingga kini, ada 2 masalah yang belum terpecahkan yaitu rembesan air melalui relief batu serta kerak dan bintik yang mempengaruhi relief yang berharga. Para ahli dari Balai Konservasi Borobudur dan luar negeri bekerjasama melalui proyek UNESCO dengan dukungan dana berbagai pihak.

Pemantauan Stabilitas Struktural

Tanah sekitar Candi Borobudur tidak memiliki kapasitas penahan yang cukup terhadap beban besar dari struktur batu. Selain masalah ini, hujan lebat dan gempa bumi juga berdampak pada struktur candi. Saat mega konservasi tahap 2, beton besar sudah ditambahkan pada teras dan sekitar kaki pelataran untuk memperkuat struktur yang rentan. Periode ini juga memperkenalkan sistem drainase baru. Lebih dari 30 tahun sejak konservasi tahap 2, Balai Konservasi Borobudur bekerjasama dengan para ahli dari Jepang untuk mengevaluasi metode pemantauan dan teknik observasi struktural terkini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *