140 Pengikut Kelompok Khilafah Terdeteksi di NTT

Ansy menjelaskan, Khifatul Muslimin sangat berbahaya karena secara sengaja dan sistematis ingin mendirikan “negara dalam negara”. Mereka memiliki pemimpin umum (khalifah), lembaga setingkat Menteri, dan pembagian wilayah. Sekolah-sekolah binaan Khifatul Muslimin melarang pelajaran Pancasila, upacara bendera, kebhinekaan agama, serta tidak memasang gambar Presiden dan Wakil Presiden RI. Sementara dalam penggeledahan, polisi menemukan sejumlah buku dan dokumen tentang khilafah Negara Islam Indonesia (NII), dan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).

“Ini jelas merupakan pembangkangan terhadap NKRI. Apalagi pemimpin umum dan banyak pengikut Khifatul Muslimin adalah mantan pengikut Negara Islam Indonesia dan pernah terlibat terorisme. Jika dibiarkan maka indoktrinasi terselubung terus berkembang menuju gerakan revolusioner massal untuk mengganti ideologi Pancasila dan keutuhan NKRI. Karena itu gerakan khilafah harus dilawan,” kata Ansy.

BACA JUGA:  Diduga Culik Bocah di Ungasan, Bule Amerika Diamankan Polisi

Gagal Paham Gerakan Khilafah

Ansy menjelaskan, gerakan khilafah yang bertujuan mendirikan negara agama telah tertolak dengan sendirinya. Khilafah muncul karena problem asimetri epistemologis yang mengakibatkan “gagal paham” dan praduga tidak berdasar terhadap Pancasila dan NKRI. Penganut kelompok radikal seperti Khifatul Muslimin keliru memahami bahwa Pancasila adalah ideologi sekular yang tidak punya nilai-nilai keagamaan. Padahal Pancasila sesungguhnya mencerminkan NKRI yang sangat religius, juga berhasil menjadi “titik temu” agama-agama demi Negara, Negara demi agama-agama.

“Nilai-nilai agama sudah ada sebagai substansi (in se) dalam Pancasila. Sila Ketuhanan yang Maha Esa menempatkan Pancasila sebagai pandangan hidup, dasar Negara, dan ideologi bangsa yang God Centered. Allah sebagai pusat kehidupan berbangsa dan bernegara, karena praktik kemanusiaan, kebangsaan, demokrasi, dan keadilan sosial berpusat kepada-Nya,” jelas Ansy.

BACA JUGA:  Proyek Strategis Nasional 'Bali Maritime Tourism Hub' Harus Terintegrasi

Salah satu pola penyebaran kelompok radikal adalah melalui dakwah. Karena itu Ansy menyarankan agar aparat hukum dan pemerintahan daerah menggandeng Gereja, pemuka agama, dan Ormas Islam toleran seperti Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah untuk menggiatkan gerakan moderasi keagamaan. Kampanye kebinekaan, toleransi, edukasi cinta Pancasila dan NKRI harus melawan narasi khilafah dan radikalisme.

“Terutama sasaran gerakan moderasi keagamaan harus menyasar kaum muda agar tidak mudah terpapar doktrin khilafah atau paham radikal melalui dakwah, pendidikan atau melalui media sosial. Literasi Pancasila dan NKRI harus dimulai sejak dini,” tutupnya. (RLS)