Koster menjelaskan, mafia pertama adalah mafia karantina. Ada banyak hotel di Bali yang ditetapkan sebagai hotel karantina melakukan pungutan di luar harga normal. Harga perkamar yang sudah dipublikasikan ke tamu, kemudian dicas lagi dengan alasan bahwa itu adalah hotel karantina.
“Mereka cas ke tamu hingga Rp 5 ratus ribu perkamar perhari. Alasannya karena itu untuk biaya karantina. Ada beberapa hotel dan 27 hotel tempat karantina yang sudah ditetapkan melakukan hal tersebut. Ini sangat menyulitkan turis. Mereka datang jauh-jauh dan ingin bersenang-senang di Bali, harus menghadapi kenyataan pahit. Rusak citra pariwisata Bali,” ujarnya.
Mafia kedua adalah mafia visa. Harga normal visa adalah Rp 1,5 juta dan bahkan Rp hanya 1 juta. Oleh beberapa travel agent harga tersebut dinaikan. Kenaikan juga tidak masuk akal. Oknum travel tersebut secara terang benderang menyampaikan mark up harga dengan alasan untuk mempercepat proses pengurusan visa dan sejenisnya.