DENPASAR, MENITINI.COM – Sebelum resmi menempati jabatan baru sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Sumatera Selatan, Dr. Ketut Sumedana, S.H., M.H. meninggalkan jejak kuat di Bali. Jaksa yang dikenal tegas dan bernyali ini memastikan dua perkara besar di Pulau Dewata naik ke tahap penyidikan, menjadi kado spesial sebelum dirinya berpindah tugas.
Dua kasus yang dimaksud adalah dugaan korupsi pengalihan fungsi lahan di kawasan Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai, serta dugaan korupsi proyek pembangunan fasilitas Universitas Terbuka dengan potensi kerugian negara mencapai Rp3 miliar.
“Ini kabar baik bagi penegakan hukum di Bali. Dua perkara resmi naik ke tahap penyidikan. Dalam kasus Tahura, penyidik menemukan indikasi kuat adanya tindak pidana korupsi,” ungkap Sumedana dalam pertemuan perpisahan dengan jurnalis di Denpasar, Senin (20/10).
Ia menjelaskan, hingga kini sudah sekitar 20 saksi diperiksa dan sejumlah dokumen penting diklarifikasi, termasuk dari Dinas Kehutanan dan BPN. Tim penyidik juga menelusuri siapa pihak pertama yang menguasai tanah di kawasan konservasi tersebut.
“Semua akan terang di tahap penyidikan. Tanah negara harus dilindungi, bukan dialihfungsikan untuk kepentingan pribadi,” tegasnya.
Kasus dugaan penyimpangan di Tahura itu, kata Sumedana, berawal sejak tahun 1990-an, ketika sebagian kawasan konservasi diduga berubah fungsi menjadi area komersial.
Promosi Jabatan, Bukan Pencopotan
Menanggapi perpindahannya dari Bali ke Sumatera Selatan, Sumedana menegaskan bahwa rotasi tersebut merupakan bentuk promosi jabatan, bukan pencopotan seperti yang dispekulasikan sebagian pihak.
“Dipromosikan dan dicopot itu berbeda jauh. Menjadi Kajati Type A seperti di Sumsel bukan hal mudah, harus melalui asesmen dan evaluasi kinerja yang ketat,” ujarnya.
Mutasi besar-besaran di tubuh Kejaksaan Agung yang digelar awal Oktober lalu menempatkan Sumedana dari Kajati Bali Type B ke Kajati Sumsel Type A, dan pelantikannya dijadwalkan 13 Oktober 2025 bersama 72 pejabat lainnya.
Gagas Bale Kertha Adhyaksa, Warisan untuk Bali
Ketut Sumedana bukan hanya dikenal sebagai jaksa yang tegas, tetapi juga sebagai pembaharu hukum. Ia menggagas lahirnya Bale Kertha Adhyaksa Bali, sebuah konsep penyelesaian perkara perdata dan konflik sosial di tingkat desa melalui pendekatan restorative justice.
Program ini kini telah disosialisasikan ke seluruh kabupaten/kota di Bali, bahkan tengah dipersiapkan Pemprov Bali menjadi Peraturan Daerah (Perda).
“Bale Kertha Adhyaksa menjadi bukti bahwa banyak masalah bisa diselesaikan tanpa harus sampai ke pengadilan,” ujar Sumedana.
Ia juga menekankan pentingnya kehadiran jaksa di desa-desa untuk memberi pendampingan hukum bagi masyarakat. “Tidak semua konflik harus berakhir di meja hijau. Di Bale Sabha Adhyaksa, peran bendesa, tokoh masyarakat, dan tokoh agama diberdayakan untuk menciptakan harmoni sosial,” tambahnya.
Jaksa Bernyali yang Tegas pada Siapa Pun
Dalam kariernya, Ketut Sumedana dikenal tak pandang bulu dalam menegakkan hukum. Ia pernah memerintahkan penangkapan bendesa adat di Badung yang terlibat kasus hukum, serta menahan Kepala Dinas Perizinan di Buleleng, daerah asalnya sendiri.
Keberanian itu membuatnya dikenal sebagai jaksa yang berintegritas dan tak kenal kompromi terhadap penyimpangan hukum, bahkan ketika kasus melibatkan tokoh berpengaruh.
Jejak Karier dan Penghargaan
Pria kelahiran 25 Agustus 1974 ini meniti karier panjang di Korps Adhyaksa. Ia pernah menjabat sebagai Kasatgas Penuntutan KPK (2007–2012), Kajari Gianyar, Kajari Bantul, Kajari Mataram, Aspidsus Kejati Jawa Tengah, hingga Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung RI (2022–2024) sebelum memimpin Kejati Bali (2024–2025).
Lulusan Doktor Hukum Universitas Mataram ini juga telah menerima berbagai penghargaan, di antaranya Satya Lencana Karya Satya 20 Tahun (2018), Best Justice Leadership – CNN Indonesia Awards 2024, Figur Akselerator Pembangunan – detikBali Awards 2025, serta Kerthi Bali Sewaka Nugraha dari DPRD Bali.
Selain itu, Sumedana juga produktif menulis. Beberapa karyanya antara lain Bale Mediasi dalam Pembaharuan Hukum Nasional (2020), Mediasi Penal dalam Sistem Peradilan Berbasis Nilai-Nilai Pancasila (2020), dan Bale Kertha Adhyaksa, Menanam Harmoni di Tanah Bali (2025).
Penegak Hukum dan Pemikir Humanis
Ketut Sumedana meninggalkan Bali bukan sekadar sebagai pejabat yang berpindah tugas, tetapi sebagai sosok penegak hukum yang meninggalkan warisan pemikiran dan perubahan nyata.
Dengan gaya kepemimpinan yang tegas namun humanis, ia membuktikan bahwa keadilan bisa ditegakkan tanpa kehilangan sisi kemanusiaan.*
- Editor: Daton









