Hari Kanker Sedunia 2022 – Menjembatani Kesenjangan Perawatan Kanker

  • Diskriminasi dan norma gender

Bukan lagi rahasia, di seluruh dunia, perempuan menderita diskriminasi sebagai akibat dari misogini, stereotip dan peran gender yang diharapkan. Konteks budaya dan agama juga mengikat mereka untuk mendapat akses ke perawatan kanker tepat waktu. Stigma kanker sebagai kutukan dan pengucilan membuat wanita enggan untuk melakukan pemeriksaan kanker. Di beberapa bagian dunia, seorang wanita memerlukan persetujuan dari kepala rumah tangga pria  ataupun bahkan harus sembunyi-sembunyi untuk mengunjungi dokter. Laki-laki juga menghadapi efek negatif dari diskriminasi dan norma gender. Lingkungan dengan maskulinitas toksik memaksa laki-laki menyembunyikan permasalahan dan hidup dengan penyakitnya padahal kanker mengincar siapa saja termasuk pria. Contohnya penolakan tindakan dan perawatan pada kasus kanker prostat karena khawatir akan kemungkinan efek samping gangguan ereksi dan impotensi.

  • Pembatasan pada populasi minoritas / rasisme
BACA JUGA:  Presiden Jokowi Pastikan Anggaran Kesehatan Dirasakan Masyarakat

Rasisme memiliki efek mendalam pada akses perawatan kanker dan populasi minoritas sering menghadapi hambatan serius dalam mengakses layanan kesehatan dasar negara mereka. Contohnya masyarakat adat yang tinggal di lebih dari 90 negara mewakili 6% dari populasi dunia tetapi merupakan 15% dari masyarakat yang sangat miskin. Masyarakat adat menghadapi permasalahan kesehatan yang lebih buruk dan hasil keluaran yang lebih buruk. Kombinasikan faktor ini dengan diskriminasi sistemik, pelanggaran hak asasi manusia, perbedaan bahasa dan budaya, dan paparan yang lebih tinggi terhadap gizi buruk, penyalahgunaan zat dan perilaku berisiko tinggi untuk kejadian kanker.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *