Sabtu, 18 Mei, 2024
Kunjungan J2PS ke TPST Kesiman Kertalangu

Jaringan Jurnalis Peduli Sampah (J2PS) berbincang dengan pengelola TPST Kertalangu, Denpasar. (Foto: M-011)

“Disebut prematur karena kondisi yang seharusnya segera diolah akhirnya menjadi menumpuk. Saat proses compositing di tahap keempat itu sebenarnya mulai pada awal bulan Juli kemarin. Jadi sebetulnya, kami belum beroperasi. Kita masih fase tahapan dari total rencana kapasitas yang 450 ton per hari.  Nah pada fase adendum 270 ton per hari dibagi menjadi 5 sesi yaitu 20 persen dari 270 ton, dan naik interval 20 sampai dengan 100 persen,” kata Agung Priyanto.

Ia menambahkan, kebetulan pada saat mencapai angka 40 persen di situlah ada indikasi, tahap yang seharusnya sudah pengendalian bau itu mencapai tahap ketiga. “Saat ini baru tahap kedua.  Ini memang belum mampu untuk naik lebih dari kapasitas 40 ton dari 270 ton sehingga di situlah muncul polemik terkait dengan masalah bau,” ujarnya.

Kendala lain, adalah kerja sama dengan off taker dari Semen Indonesia Group ada PT SPI, ada PDSI, baru tanggal 14 Juli 2023. “Surat kerjasama kita dengan off taker baru terbit sehingga pada proses sebelumnya terjadi penumpukan material produk yang belum terkirim yang seharusnya sudah terjadwal. Penumpukan itu mulai dari proses kedatangan sampah sampai selanjutnya melakukan pengolahan,” ujarnya sembari menjelaskan terakhir ketika kunjungan dari Pak Menko Luhut, memang itulah salah satu upaya pemerintah pusat untuk membantu. Supaya keberlanjutan dari proses pengolahan sampah ini bisa tercapai.

Pada saat itu Menko Marvest melakukan koordinasi dengan PT SPI, untuk mempercepat, sehingga tanggal 18 Juli 2023 bisa terbit suratnya. Seharusnya di minggu ini itu sudah mulai mengirimkan, proses RDFnya.

Dengan adanya kejadian hari beberapa hari belakangan ini pihak pengelolah menghentikan operasional TPST dulu hingga tahap III agar proses pengendalian bisa tercapai. “Jadi ada dua persepsi, ketika pada bulan Februari memang bau itu ditimbulkan dari asap karena pada saat itu pengendalian emisi memang belum sempurna.  Tapi setelah diresmikan pak presiden kami telah membangun fasilitas untuk pengendalian, namun persepsi masyarakat, bau ditimbulkan dari asap itu tetap berlanjut,” katanya. 

BACA JUGA:  Air Laut Pasang Evakuasi Sampah Kiriman Tidak Maksimal

Artinya, persepsi itu timbul karena ada kenyataan timbulan bau itu dikeluarkan dari asap? Sebenarnya, timbulnya bau itu disebabkan faktor sampah yang masuk. Dampak sebaran radius satu kilometer itu memang dari sumber sampah yang masuk.

“Sesuai yang ditekankan kepada kami, bagaimana cara dan upaya mengendalikan bau. Kita akan berusaha membuat skema bisa lebih memfokuskan timbulan itu untuk bisa dikendalikan. Harapan kami juga faktor sampah ini dan bagaimana penanganan sampah ini bukan hanya pada kami selaku pengelola tapi melibatkan semua pihak,” tandasnya

Pengelola Janji, Bau Busuk Hilang Bulan Agustus Dan Mesin Kembali Normal

Pengelola TPST Kota Denpasar, khususnya Kesiman Kertalangu mesti menyadari dan tahu diri kalau kehadirannya sebagai operator sampah di Kota Denpasar begitu mulus tanpa hambatan.

Baik dari sisi finansial dan kemudahan di lapangan.  Pemerintah full support karena pemerintah menginginkan pengelolaan sampah terpadu di destinasi wisata, dan menjadi contoh bagi daerah daerah lain di Tanah Air.

Selain itu, beredar pula kabar, saat tender PT Bali CMPP nyaris tersingkir dari PT Reciki Solusi Indonesia yang sudah lebih  awal menggawangi PT Remaja (Rejeki Mantap Jaya) yang menjadi operator TPST Samtaku Jimbaran. Anggaran tender proyek ini senilai Rp115 miliar.

Lagi-lagi pengelola TPST di Kota Denpasar mesti tahu diri. Jangan berlindung dibalik kemudahan dan fasilitas pemerintah pusat dan Kota Denpasar sehingga “mengabaikan” kinerja pengelolaan sampah yang mereka janjikan dengan metode pengelolaan yang zero waste dan tidak bau busuk.

BACA JUGA:  Jelang Pertemuan WWF ke-10, TPA Suwung Malah Terbakar, Keluarkan Asap Membubung Tinggi 

Pada saat peresmian, Presiden Jokowi dalam sambutan menggemakan ke seantero jagad, TPST Kesiman Kertalangu menjadi contoh, pilot project pengelolaan TPST di Tanah Air. Namun berselang dua bulan berjalan mesin pengolah sampah “batuk-batuk”, rotary dryer (mesin pengering) “flu pilek” sehingga sampah yang masuk tidak berproses, maka terjadilah penumpukan dan timbunan sampah. Karena menumpuk maka menghasilkan lindi (cairan akibat tumpukan dan timbunan sampah).

Inilah yang menyebabkan bau busuk menyebar kemana mana. Cairan lindi ini sangat berbahaya bagi kesehatan karena mengandung konsentrasi senyawa organik mau senyawa anorganik sangat tinggi yang terbentuk dalam landfill akibat adanya air hujan yang masuk di dalamnya.

Bau busuk ini diakui oleh pengelola TPST Kesiman Kertalangu. General Manager PT Bali CMPP, R. Agung Priyanto didampingi General Affair, Andrean Raditya saat menerima Jaringan Jurnalis Peduli Sampah (J2PS), Selasa (25/7) lalu mengakui, bau busuk sebenarnya bukan hanya pada proses kondensasi tapi juga proses di hanggar terjadi penumpukan.

“Adanya penumpukan. Jadi bukan hanya sampah baru datang, tapi karena memang proses kami yang belum bisa mencapai one day service. Kenapa belum bisa mencapai one day service, karena turnover kami terhadap SDM masih sangat tinggi. Mesin akan bisa beroperasi dengan baik, manakala kebutuhan SDMnya terpenuhi,” kata Agung Priyanto.

Terkait bau busuk sampah, operasional di TPST Kesiman Kertalangu ditutup sementara, sambil mengosongkan dan mengeringkan sampah yang ada. Dan tidak menerima sampah lagi sejak tanggal 22 Juli 2023. “Operasional kami hentikan sementara. Kami terus melakukan perbaikan. Terkait dengan bau pada Agustus akan hilang seiring dengan hadirnya mesin yang akan dipasang pada bulan Agustus,” kata Agung.

BACA JUGA:  Kolaborasi Bersihkan Sampah di Pesisir Pantai dan Bawah Laut Tanjung Benoa

Sejak awal pihak pengelolah membangun komunikasi dengan masyarakat sekitar. “Masyarakat sendiri tidak menolak adanya TPST Kertalangu. Hanya mempermasalahkan potensi timbulan bau. Dan itu menjadi ranah kami selaku pengelola untuk bisa mengendalikan potensi timbulan bau,” kata Agung.  

Melihat dari perspektif bisnis, bagi pengelola merupakan kerugian besar, karena masih belum beroperasi secara penuh. “Kami belum menerima tipping fee, kami belum menerima revenue, tetapi kami juga mengeluarkan biaya-biaya operasional yang demikian besar.  Bukan hanya untuk TPST Kesiman Kertalangu, ada Padangsambian, ada Tahura II. Ketiga TPST yang ada di Kota Denpasar dikelola oleh CMPP,” tandasnya.

Apa yang disampaikan Presiden Jokowi merupakan kepercayaan yang luar biasa dan pengelolah harus benar-benar bisa menjaga kepercayaan itu. Kepercayaan itu mandat, agar mewujudkan pengelolaan sampah TPST Kesiman Kertalangu benar-benar menjadi fasilitas pengolahan sampah yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan. Karena ini adalah ikon yang menjadi percontohan di wilayah-wilayah lain. “Karena kami sudah dipercaya, kami harus melakukan segala hal untuk baik, menjadi ‘anak sulung’ yang baik,” kata Agung Priyanto. (M-003)

  • Editor: Daton

Berita Lainnya: