BADUNG, MENITINI.COM – 136 karyawan terdampak pemutusan Hubungan kerja (PHK) akibat pembongkaran akomodasi wisata di Pantai Bingin.
Pembongkaran 48 akomodasi wisata dan penunjang pariwisata di Pantai Bingi diawali dengan pembongkaran Hotel Morabito Art Cliff yang dipimpin Gubernur Koster dan Bupati Adi Arnawa Pada Senin 21 Juli 2025 pukul 8.30 Wita.
Setelah pembongkaran Hotel Morabito Art Cliff, tim gabungan mulai menyasar akomodasi dan property lain untuk dibongkar secara bertahap, dan target rampung akhir bulan Agustus 2025.
Data karyawan yang di PHK karena usaha mereka digusur digusur pemerintah Bali dan Badung itu tercatat dari Posko Badung Siaga PHK Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja (Disperinaker) Kabupaten Badung .
Posko dibuka sejak Senin (28/7) lalu sebagai respons atas pembongkaran puluhan usaha di kawasan Pantai Bingin.
Hingga Kamis (31/7), sebanyak 8 pengusaha telah melaporkan dampak pembongkaran yang menyebabkan 136 pekerja kehilangan pekerjaan.
Kepala Disperinaker Badung, Putu Eka Merthawan, menjelaskan pihaknya tengah memfasilitasi proses mediasi antara pihak pengusaha dan pekerja yang terdampak.
Dari delapan pengusaha yang melapor, sebagian besar pengelolaan usaha berasal dari Desa Pecatu, tapi stafnya kebanyakan berada di wilayah desa tersebut.
“Total ada 136 pekerja yang terdampak PHK. Mereka akan kami dampingi melalui proses mediasi. Fokus kami adalah memastikan hak-hak pekerja terpenuhi secara adil,” ujar Eka Merthawan saat dihubungi, Kamis (31/7).
Mantan Camat Kuta Selatan ini juga menegaskan kendati beberapa usaha yang dibongkar belum memiliki izin resmi atau bentuk badan hukum, tetap terdapat hubungan kerja yang mengikat antara pengusaha dan pekerja.
Untuk itu, penyelesaian hak pekerja tetap menjadi tanggung jawab pihak pengusaha. “Apapun status legalitas usaha, jika ada hubungan kerja, maka ada tanggung jawab terhadap pekerja. Kami tidak mencari siapa yang salah, tapi bagaimana menyelesaikan ini dengan humanis dan berkeadilan,” tambahnya.
Disperinaker Badung mengimbau para pengusaha lain yang terdampak namun belum melapor, agar segera datang ke posko untuk mendapatkan pendampingan.
Posko tersebut juga terbuka bagi para pekerja yang merasa belum mendapatkan kejelasan terkait hak mereka. “Kami berkomitmen hadir dalam situasi seperti ini. Penanganan PHK harus dilakukan secara terukur, tidak hanya berdasarkan aspek legal, tetapi juga sosial dan kemanusiaan,” tegasnya.
Eka Merthawan juga menegaskan perusahaan harus bertanggung jawab, terutama hak-hak karyawan yang terdampak sesuai Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
“Pengusaha tentu tidak bisa lepas tangan dan harus bertanggung jawab atas nasib karyawan,” katanya.
Pembongkaran usaha di kawasan Pantai Bingin diketahui merupakan bagian dari penataan kawasan pesisir, namun berdampak langsung terhadap keberlangsungan ekonomi para pekerja.
Disperinaker kini fokus menyelesaikan persoalan ini agar tidak meluas dan tetap dalam koridor hukum serta perlindungan tenaga kerja. M-003