JAKARTA,MENITINI.COM-Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Prof. Dr. Asep Nana Mulyana menyetujui lima perkara untuk diselesaikan melalui mekanisme restorative justice (keadilan restoratif). Persetujuan ini diputuskan dalam ekspose virtual yang digelar pada Selasa (23/9/2025).
Salah satu perkara yang mendapat penghentian penuntutan melalui keadilan restoratif adalah kasus penganiayaan dengan tersangka Vivian Nur Amalianti alias Vivian, dari Kejaksaan Negeri Ende. Vivian sebelumnya disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP.
Kasus ini bermula pada 17 Juli 2025, ketika korban yang merupakan teman dekat tersangka, Maria Lidwina Albina Lani, terlibat perselisihan dengan Vivian di kediamannya di Kabupaten Ende. Perkelahian sempat terjadi hingga korban mengalami luka lecet dan memar berdasarkan hasil visum dari RSUD Ende.
Setelah dilakukan proses perdamaian pada 10 September 2025, korban memaafkan tersangka dan keduanya sepakat untuk menyelesaikan perkara secara damai. Kajari Ende Adi Rifani bersama jaksa fasilitator kemudian mengajukan permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif, yang akhirnya disetujui JAM-Pidum.
Selain perkara tersebut, terdapat empat kasus lain yang juga diselesaikan dengan mekanisme serupa, yakni:
- Tersangka Hamzah bin (Alm) Arman Paccida (Kejari Bulungan) dalam perkara pencurian Pasal 362 KUHP.
- Tersangka Sunardy, A. Md. (Kejari Karo) terkait penganiayaan Pasal 351 Ayat (1) KUHP.
- Tersangka Ongku Harahap (Kejari Padang Lawas) terkait penganiayaan Pasal 351 Ayat (1) KUHP.
- Tersangka Erda Nirwana binti Alm. Karullah (Kejari Nagan Raya) terkait penganiayaan Pasal 351 Ayat (1) KUHP.
JAM-Pidum menegaskan, penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif diberikan karena beberapa pertimbangan, antara lain tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, ancaman pidana di bawah lima tahun, adanya perdamaian yang dilakukan secara sukarela, serta adanya permintaan maaf yang diterima korban.
“Para Kepala Kejaksaan Negeri diminta segera menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) berdasarkan keadilan restoratif, sesuai Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum,” ujar Prof. Asep Nana Mulyana.
Kejaksaan Agung menegaskan bahwa langkah ini diambil untuk menghadirkan kepastian hukum sekaligus memberikan manfaat yang lebih besar bagi masyarakat.*
- Editor: Daton