Kasus Bullly Makin Ramai, Awasi 10 Tipe Anak Rentan Bully Berikut!

DENPASAR, MENITINI.COM – Ramai kasus bully di Indonesia hingga menjadi fenomena. Terakhir adalah kasus Tasikmalaya yang membuat korbannya meninggal dunia. Bayangkan, sekelas anak 6 SD sudah mendapat perundungan untuk menyetubuhi kucing. Kurang bejat apa moral pelakunya? Apakah pola asuh yang salah? Apakah hubungan keluarga yang kurang terbuka? Ataukah kesalahan sistem pembelajaran sekolah?

Banyak sekali pertanyaan yang belum terjawab. Namun, ternyata ada karakteristik tertentu yang dapat meningkatkan peluang bully pada anak. Disinilah peran pengawasan orang tua menjadi penting. Redaksi merangkum beberapa tipe anak yang cenderung menjadi korban bully. Ada 10 tipe anak yang rentan menjadi korban dan perlu perhatian khusus.

10 Tipe Anak Rentan Bully

1. Pandai dan berhasil

Anak-anak yang pandai lebih sering menjadi korban bully dan mendapat intimidasi. Sering kali karena mereka mendapat banyak perhatian positif dari teman dan orang dewasa. Perundung menargetkan mereka sebagai imbas dari merasa rendah diri atau khawatir bahwa kemampuan mereka akan tersaingi. Akibatnya, mereka menggertak supaya mereka merasa tidak aman serta mulai meragukan kemampuan mereka.

2. Cerdas dan Kreatif

Dalam lingkungan sekolah, para siswa ini bekerja ekstra untuk menyelesaikan sesuatu. Atau mereka belajar dengan sangat cepat dan mengerjakan proyek dan tugas lebih cepat daripada siswa lain. Misalnya, siswa berbakat sering menjadi sasaran untuk berprestasi di sekolah. Perundung biasanya memilih mereka karena mereka iri dengan perhatian sekitar. Sering kali mereka menerima bully verbal sehingga merasa kecil dan tidak layak.

BACA JUGA:  Gula Sehat Belum Tentu Lebih Sehat

3. Introvert

Anak-anak yang introvert cenderung menjadi korban daripada anak-anak yang ekstrovert dan asertif. Faktanya, beberapa peneliti percaya bahwa anak-anak yang kurang percaya diri dapat menarik perhatian anak-anak yang rentan terhadap bully. Perundung memilih anak-anak ini karena termasuk sasaran yang mudah dan kecil kemungkinannya untuk melawan. Perundung ingin merasa kuat, sehingga mereka sering memilih anak-anak yang lebih lemah dari mereka.

4. Terkucil

Banyak korban bully cenderung memiliki lebih sedikit teman daripada lainnya. Mereka mungkin ditolak, dan dikucilkan dari acara sosial. Orang tua dan guru dapat mencegah intimidasi terhadap siswa yang terkucil dengan membantu mereka mengembangkan persahabatan. Penelitian menunjukkan bahwa jika seorang anak memiliki setidaknya satu teman, peluang mereka menjadi korban berkurang secara dramatis.

5. Populer

Terkadang pelaku intimidasi menargetkan anak-anak yang populer. Hal ini sering terjadi pada perempuan. Sekelompok anak perempuan umumnya membentuk geng dan mengancam popularitas atau status sosial anak yang populer. Mereka akan menyebarkan desas-desus untuk menghancurkan popularitas mereka sehingga terkucil.

6. Penampilan Fisik yang Khas

Hampir semua jenis ciri fisik yang berbeda atau unik dapat menarik perhatian pelaku intimidasi. Sering kali, jenis intimidasi ini sangat menyakitkan dan merusak harga diri seorang remaja. Kebanyakan pelaku menargetkan anak-anak ini mendapatkan kesenangan dari mengolok-olok orang lain. Cara terbaik untuk memerangi penindas seperti ini adalah dengan memberi panggung sehingga menyadari tindakan mereka.

BACA JUGA:  Istimewanya Kurma, si Primadona Berbuka Puasa

7. Penyakit atau Difabel

Pelaku sering menargetkan anak-anak berkebutuhan khusus. Umumnya jika anak memiliki kondisi autisme, sindrom Asperger, defisit perhatian/hiperaktivitas (ADHD), disleksia, dan sindrom Down. Anak-anak dengan alergi makanan, asma, dan kondisi lainnya juga bisa menjadi sasaran pelaku intimidasi. Ketika ini terjadi, para pengganggu menunjukkan kurangnya empati atau membuat lelucon dengan mengorbankan orang lain. Sangat penting bagi guru dan orang tua untuk memastikan anak-anak ini memiliki kelompok suportif yang mendampingi mereka.

8. Orientasi Seksual Berbeda

Beberapa insiden intimidasi paling brutal melibatkan anak-anak karena orientasi seksual mereka. Jika dibiarkan, penindasan yang merugikan dapat mengakibatkan kejahatan rasial yang serius. Oleh karena itu, penting bagi mahasiswa lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) untuk diberikan jaringan dukungan yang solid agar mereka tetap aman. Dukungan disini bukan artian mendukung perbedaan, namun memberikan zona aman dan nyaman untuk memenuhi tujuan akademis.

9. Keyakinan Agama atau Budaya

Tidak jarang anak-anak diintimidasi karena keyakinan agama mereka. Apalagi Indonesia yang beragam. Orang dewasa saja masih saling sikut soal agama. Bullying berdasarkan keyakinan agama yang berbeda biasanya bermula dari kurangnya pemahaman serta kurangnya toleransi untuk meyakini sesuatu yang berbeda. Ingat, anak mencontoh orang dewasa terdekatnya, jadi berikan contoh toleransi demi kebaikan anak.

10. Perbedaan Ras

Terkadang anak-anak akan menggertak orang lain karena mereka berasal dari ras yang berbeda. Misalnya, siswa kulit putih mungkin memilih siswa kulit hitam dan menggertak mereka. Berlaku pula sebaliknya. Hal ini dapat terjadi dengan semua ras dan ke segala arah. Sama seperti intimidasi agama, para siswa ini dipilih secara acak atas dasar perbedaan. Belum lagi jika mereka tumbuh dalam lingkungan yang mendukung superioritas suatu ras.

BACA JUGA:  Presiden Jokowi Tinjau RSUD Sibuhuan

Peranan Orang Dewasa Menghadapi Bully

Anak-anak tidak bisa memilih lahir dalam suku, agama, kondisi, maupun orientasi seksual yang seperti apa. Orang tua patut menekankan bahwa kondisi bully bukanlah kesalahan mereka. Tidak ada yang salah dengan menjadi versi terbaik dari yang anak-anak bisa.

Peranan orangtua dan pendidik amat penting supaya anak yang menjadi korban tidak makin tertindas. Komunikasikan dengan sekolah dan keluarga perundung. Berdayakan bantuan dari konselor pendidikan, ataupun lembaga ramah anak jika jalan tengah tidak tercapai. Intinya, anak tidak tahu harus merespon seperti apa, jadi orangtua harus berani pasang badan dan menyediakan bantuan semaksimal mungkin.

Orangtua dan tenaga pendidik pun harus mawas diri. Pelajari dan amati perbedaan yang mungkin terjadi pada anak dengan resiko menjadi korban. Sebagai yang lebih tua dan dewasa tentu sudah seharusnya paham betul beda lelucon dan bully. Stop anggap bully lelucon ya bapak ibu! Kalau bukan dengan bantuan kita, pada siapa lagi anak harus mengulurkan tangan? (M-010)