Apalagi sampai korban ditenggelamkan kepalanya dalam ember besar, bahkan sampai paha patah. Ipung mengatakan, bagian tubuh anak kecil yang paling rawan patah adalah tangannya, lalu bagaimana ceritanya bisa pangkal paha yang patah?
Jika hal ini terjadi, maka menurutnya tidak mungkin korban dalam posisi berdiri lalu ditendang dan langsung patah. Tapi jika sampai pangkal paha yang patah, Ipung menduga saat anak itu anak dalam posisi terlentang, tertidur atau tengkurap.
“Polisi tentu harus melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) apakah si korban N ditindih seorang manusia biasa. Sekian kali saya menangani kasus anak, tidak sedikit anak-anak yang menjadi korban dari pacar ibunya atau suami berikutnya, karena keceriaannya hilang sehingga dia tidak mau tidur dan menjawab pertanyaan,” ucapnya.
Selain melakukan olah TKP, Ipung juga meminta kepada polisi untuk melakukan visum et repertum terhadap alat vital korban. Apabila dari hasil visum et repertum pada alat vital korban tidak ditemukan adanya robekan selaput dara, maka polisi wajib melakukan visum psikiatri. Namun demikian, Ipung tetap yakin bahwa dalam kasus ini ada tindak pidana pencabulan.
“Visum et Repertum penting untuk mengecek alat vital korban N apakah ada yang robek, jika tidak ada lakukan pula visum psikiatri. Ini karena seorang psikiater bisa menjawab hal tersebut, apakah pasca peristiwa itu terjadi pencabulan atau kejahatan seksual.Tapi, saya menduga itu terjadi. Jangan sampai polisi mengatakan tidak ada laporan, mohon maaf ini bukan delik aduan,” terangnya.
Ipung menegaskan aparat kepolisian dapat mengembangkan laporan model A, dengan menggunakan Pasal 76C Jo Pasal 80 ayat 2, dengan ancaman hukum 5 Tahun, Pasal 76 B Jo Pasal 81, 82 UU Nomor 23 Tahun 2002 Perubahan Pertama UU 35 Tahun 2014 dan Perubahan Kedua UU 17 Tahun 2016 tentang Kejahatan Seksual.
“Jadi ancamannya berlapis, 5 tahun plus sampai 20 tahun, dan sampai hukuman mati. Jangan sampai menyederhanakan kasus ini, kasihan korban N. Korban N mungkin takut bicara, tapi kitalah yang dewasa wajib membantu dia mencari keadilan di sini,” tegasnya.
Ipung menjelaskan, dalam UU Perlindungan Anak, ada 4 bagian tubuh anak yang tidak boleh disentuh oleh orang lain. Apabila sampai disentuh, maka sudah bisa dipastikan adanya tindak pidana pencabulan.
“Empat bagian yang tidak boleh disentuh ini adalah, mulut, payudara pada anak wanita, alat kelamin untuk pria dan wanita serta dubur. Nah, dalam perkara N ini ada bekas gigitan di payudaranya, artinya dugaan pencabulan semakin kuat,” terang Ipung.
Jika hal ini benar terjadi, Ipung mengatakan bahwa pelaku bisa dijerat dengan Pasal 82 UU No 17 tahun 2016 Tentang Perlindungan Anak yang ancaman hukumannya sampai 15 tahun penjara atau bahkan sampai ke hukuman mati.
“Jadi ancamannya berlapis, 5 tahun sampai 20 tahun, dan sampai hukuman mati. Jangan sampai menyederhanakan kasus ini, kasian korban N. Korban N mungkin takut bicara, tapi kitalah yang dewasa wajib membantu dia mencari keadilan di sini,” tegasnya.