Pakaian bekas dikirim dari Korea Selatan menuju Indonesia melalui jalur Malaysia, sebelum akhirnya masuk ke gudang milik tersangka di wilayah Tabanan. Selanjutnya, barang tersebut dijual kepada pedagang di Bali serta sejumlah daerah lain seperti Jawa Barat dan Surabaya.
Keuntungan dari penjualan pakaian bekas ilegal itu kemudian digunakan untuk membeli berbagai aset, antara lain tanah dan bangunan, kendaraan pribadi, serta bus travel. Aset-aset tersebut diduga dimanfaatkan untuk menyamarkan hasil kejahatan.
“Hasil analisis transaksi keuangan menunjukkan total perputaran dana dari kegiatan ilegal ini selama periode 2021–2025 mencapai Rp669 miliar. Dari jumlah tersebut, transaksi yang mengalir ke luar negeri, termasuk ke Korea Selatan, mencapai Rp367 miliar,” jelas Ade Safri.
Penyidik juga menemukan pola pembayaran melalui berbagai rekening, baik atas nama tersangka maupun pihak lain, termasuk menggunakan jasa pihak ketiga. Setelah pembayaran dilakukan, barang dikirim melalui ekspedisi laut dari Malaysia dan masuk ke wilayah pabean Indonesia secara ilegal.









