Jalur Zonasi Bikin Kisruh, Pemerintah Didesak Penerimaan Siswa Baru Pakai Jalur Nilai

DENPASAR,  MENITINI – Jalur zonasi dituding menjadi biang keladi kisruhnya tahapan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di setiap tingkatan sekolah yang terus berulang-ulang setiap tahun ajaran baru. Seperti adanya titipan siswa yang dimanfaatkan oleh oknum pejabat, baik itu dari eksekutif maupun legislatif yang efeknya membuat persaingan antar orang tua menjadi tidak sehat. Di tambah lagi layanan sistem zonasi secara online membuat sekolah swasta menjadi tutup akibat kekurangan murid.  

Sorotan tajam itu disampaikan, I Made Sada Dego. Ia mendesak Pemerintah pusat dan daerah mengembalikan sistem penerimaan siswa baru menggunakan jalur nilai. Sekretaris DPD Partai Demokrat Provinsi Bali itu, meminta aturan seleksi penerimaan siswa sekolah kembali menggunakan nilai, agar bisa mengimbangi sekolah negeri maupun swasta.

“Sebab setiap adanya PPDB jalur zonasi pasti ada saja ricuhnya. Banyak orang tua mengiinginkan anaknya masuk di sekolah SMA Negeri di luar zonasi karena sekolah tersebut sekolah favorit,” kata Sada Dego di Denpasar, pada Selasa (7/3), seraya menegaskan setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan 12 tahun, sehingga dengan sistem zonasi sekolah terasa sangat tidak adil, karena bagaimana nasib warga yang tinggalnya hanya memakai domisili? “Jelas ini membuat permasalahan,” kritiknya

BACA JUGA:  Praktik Pembelajaran di SMK Negeri 5 Kupang Diapresiasi Presiden

Maka itu Kelian Suka Duka Banjar Legian Kaja ini, berharap agar penerimaan murid baru di sekolah negeri kembali mengutamakan jalur nilai, sehingga sekolah-sekolah swasta dan negeri favorit kembali berimbang. “Kalau bisa kembalilah untuk penerimaan sekolah negeri berdasarkan nilai, agar ada rekrutmen siswa baru yang jelas. Kalau dulu kan ada penerimaan siswa baru pakai NEM, jalur prestasi juga bisa seperti atlet, seniman. Jadi istilah zonasi kalau bisa dihilangkan saja,” harapnya.

Sada Dego mengatakan jalur zonasi terkadang ada yang keliru, seperti sekolah yang letaknya dekat perbatasan antar daerah kabupaten membuat aturan menjadi zonasi menjadi kacau.

Misalnya, salah satu SMA Negeri yang ada di wilayah Kabupaten, tetapi ternyata letaknya diperbatasan dengan kabupaten lain, sehingga otomatis dengan adanya zonasi banyak siswa kabupaten lain yang malah diterima sekolah di SMA Negeri tersebut. “Kalau saya nilai jalur zonasi tersebut kurang adil, beda lagi kalau pakai nilai sudah jelas aturannya,” tegasnya.

BACA JUGA:  Kementerian Agama Beri Apresiasi Para Operator EMIS 4.0 Teladan Nasional 2023

“Kalau nilainya tidak sesuai aturan ya siswa tersebut tidak bisa masuk ke sekolah negeri, dan orang tuanya pun tidak sibuk mencari orang lobi-lobi agar bisa masuk di sekolah negeri,” imbuh Sada Dego, sembari menambahkan melalui jalur zonasi terkadang ada beberapa siswa memojokan orang tuanya. “Contohnya, kok si ini bisa masuk sekolah negeri, padahal tinggalnya tidak sesuai zonasi. Hal inilah terkadang menimbulkan persaingan yang tidak sehat, berbagai cara ditempuh orang tua guna menuruti kemauan anak mendapatkan sekolah negeri yang diinginkan,” sentilnya lagi.

Selain itu menurutnya, jika sistem penerimaan siswa baru lebih banyak hanya menggunakan nilai sudah bisa dipastikan akan membuat siswa termotivasi belajar lebih giat, sehingga persaingan belajar menjadi positif. “Kalau zonasi kan anak yang tinggalnya dekat sekolah negeri kan sudah pasti dapat. Nah dengan adanya hal inilah yang menimbulkan kurangnya minat belajar siswa, karena dia yakin pasti sudah bisa masuk sekolah negeri sebab tempat tinggalnya  masuk zonasi sekolah negeri,” tandasnya M-003

  • Editor: Daton