Menurut Bupati Satria, keputusan meminjam telah melalui kajian matang, termasuk mempertimbangkan suku bunga yang relatif rendah, yakni 5 persen per tahun dengan tenor delapan tahun. Pemerintah daerah diperkirakan harus mencicil sekitar Rp40 miliar per tahun. Ia memastikan angka tersebut masih sesuai dengan kemampuan fiskal daerah.
Bupati Satria optimistis, asalkan sektor pariwisata, pajak daerah, pajak hotel dan restoran (PHR), retribusi wisatawan, hingga potensi parkir dapat dioptimalkan dan didukung OPD penghasil, maka kewajiban pembayaran pinjaman tidak akan menjadi beban berat.
“Kalau hanya mengandalkan kemampuan fiskal saat ini, belanja rutin saja tidak mampu menutupi kebutuhan pembangunan dasar. Karena itu kami memilih langkah strategis mengambil pinjaman, tentunya sudah mendapat persetujuan DPRD. Praktik ini juga dilakukan daerah lain,” ujarnya.
Dana pinjaman tersebut akan dialokasikan untuk berbagai proyek strategis sepanjang 2026. Di antaranya peningkatan jalan Sampalan–Toyapakeh, pembangunan akses ke Broken Beach, penataan kawasan pendukung pariwisata Batununggul–Nusa Penida, dan pembangunan Pasar Mentigi Nusa Penida dengan anggaran sekitar Rp87,8 miliar. Selain itu, dana juga akan digunakan untuk rehabilitasi pelabuhan penyeberangan kelas III Nusa Penida, pembangunan gedung gizi serta ruang rawat inap tiga lantai di RSUD Klungkung, gedung power house dua lantai, hingga pengadaan peralatan pendukung ruang gizi.
Di sektor air bersih, tahun 2026 menjadi momentum penyelesaian masalah distribusi di Nusa Penida. Dua desa yang belum terlayani—Desa Tanglad dan Pejukutan—akan mendapat prioritas, sehingga seluruh desa di Nusa Penida ditargetkan telah menikmati akses air bersih pada akhir 2026.









