Perkara ini bermula dari jabatan sebagai manajer sekaligus Ketua Sudiarta BUMDes sejak 2013 hingga 2023. BUMDes tersebut mengelola modal besar dari Pemprov Bali dan Pemerintah Desa untuk mengelola empat unit usaha diantaranya, simpan pinjam, Dagamg, Jasa dekorasi, dan ATK. Namu, menurut JPU, sebagian besar dana dikelola tanpa aturan.
Unit Simpan Pinjam menjadi sumber utama pinjaman. Sudiarta menyetujui 203 kredit tanpa jaminan, mengabaikan survei, membiarkan kredit macet tanpa tagihan, dan mengalokasikan pinjaman untuk keperluan konsumtif, termasuk renovasi rumah, yang dilarang oleh peraturan BUMDes.
Penyimpangan juga terjadi pada penyertaan modal pada tahun 2016 dan 2017 yamg diajukan untuk pbelian perlengkapan usaha. JPU menyebut barang-barang yang tercatat justru pembelian barang lama. “Tidak ada laporan pertanggungjawaban yang lengkap dan valit,” ungkapnya.
Dalam persidangan, Sudiarta menjelaskan bahwa pengelolaan unit dagang dilakukan bersama pengurus unit, termasuk penggunaan dana lintas unit tanpa berita acara setelah mendapat persetujuan perbekel. Ia mengakui modal akhir unit dagang tersisa sekitar Rp19 juta serta adanya kredit macet yang tidak tertangani dengan baik.









