Saat Dunia Belum Bangun
Bangun pukul dua pagi mungkin terdengar ekstrem, tetapi justru di situlah pesonanya. Ketika Ji Chang Wook memilih meninggalkan kenyamanan tidur di resor kemudian melakukan perjalanan off-road dalam gelapnya malam, tujuan yang ia datangi terasa lebih istimewa.
Di dalam jip yang menembus jalur berbatu menuju Gunung Batur, rasa kantuk dan dingin bercampur dengan perasaan yang meluap. Lampu jip yang menyorot jalan sempit, guncangan yang membuat tubuh terombang-ambing, dan suara mesin mobil sesekali memecah keheningan di perjalanan itu. Serupa dengan duduk di kursi penonton sebelum tirai panggung teater terbuka, perjalanan dalam jip itu mempersiapkan Ji Chang Wook untuk menyambut sinar pertama matahari dengan hati yang lebih ringan dan pikiran yang lebih jernih.
Ketika Fajar Tiba
Segera setelah cahaya matahari naik perlahan di balik Gunung Batur, ekspresi Ji Chang Wook langsung berubah. Ada senyum yang muncul begitu saja, seolah seluruh lelah di perjalanan terhempas oleh hangatnya cahaya itu. Di momen tersebut, ia tidak hanya mengarahkan pandangan ke matahari, tetapi juga merasakan ketenangan yang mungkin sudah lama tidak ia rasakan. Bagi Ji Chang Wook, momen ini terasa seperti hadiah kecil yang akhirnya datang setelah rutinitas panjang di dunia akting. Maka tak mengherankan ketika ia berkata, “Ini adalah matahari terbit terindah yang pernah aku lihat,” ucapannya terdengar begitu tulus.









