DENPASAR MENITINI.COM LPK Dharma melalui kuasa hukum Fredrik Billy klarifikasi dan bantah laporan dugaan penggelapan, penipuan dan human trafficking.
Sebelumnya, pada tanggal 18 Agustus 2020 lalu, lima orang masing-masing, Laurensius Diaz Riberu, Magdalena Letor, Servasius Yubileum Bily, Emanuel Kedang dan Hermanus Woka Hera yang mengatasnamakan sembilan orang rekan membuat pengaduan masyarakat (dumas) ke Polresta Denpasar.
Menurut Fredy Billy, pengaduan ini dimulai adanya Nota kesepahaman (Memorandum Of Understanding) antara Pemerintah Kabupaten Flores Timur dengan LPK DARMA 5 April 2018, yang ditindaklanjuti dengan Perjanjian Kerja Sama No. HK.8/KB-PENGKAB FLT/2018, NO. 061/LPKD/IV/2018 tertanggal 23 April 2018 tentang Penyelenggaraan Program Magang ke Jepang bagi Generasi Muda Flores Timur. Dan dilanjutkan Perjanjian Kerja Sama antara beberapa pihak antara lain, Pemkab Flotim, Stimik Stikom Bali, LPK Darma, BRI Cabang Larantuka tentang penyelenggaraan program magang ke Jepang dan program kuliah sambil kerja di Taiwan bagi generasi muda Flores Timur (Flotim)
Menurut Freddy Billy, ntuk menindaklanjuti kerjasama tersebut oleh Pemerintah Flores Timur anak-anak muda tersebut atas kemauan serta kesadarannya sendiri mendaftar di BLK Dinas Tenaga Kerja untuk mereka yang ke Jepang mengikuti program magang maupun ke Taiwan untuk program kuliah sambil kerja.
Setelah itu LPK Darma diundang menyeleksi calon peserta serta tes tulis, tes fisik sedangkan untuk tes lanjutan dilakukan pihak Cento Cooperative Kiyoto Jepang setelah tiba di Bali.
Karena sebagaimana perjanjian kerja sama tersebut pihak Pemerintah Flotim menyiapkan peserta magang dan kuliah sambil kerja sesuai kesepakatan. Sedangkan LPK Dharma punya kewajiban melatih peserta pemagangan sesuai program pemagangan setelah dinyatakan lulus oleh penerima pemagangan di Jepang maupun kampus di Taiwan.
Angkatan I tahun 2018 dari sebanyak 54 orang terdiri dari duq tahapan. Tahap pertama sebanyak 17 orang perempuan. Mereka tiba di Bali 31 Juli 2018. Dari 17 orang tersebut yang berhasil ke Jepang 4 orang untuk program magang, ke Taiwan 5 orang untuk kuliah sambil kerja, 5 orang pulang ke kampung karena berbagai alasan dan tidak melanjutkan program.
Sedangkan sisa lagi 3 orang itu per 25 Nopember 2019 dikuliahkan oleh LPK Darma dengan dana talangan dari LPK Darma. Dalam perjalanan selanjutnya, satu orang sudah dapat visa dan dua orang sedang proses visa. Tetapi karena Pandemi Covid-19 sehingga satu orang yang sudah punya visa tidak berangkat dan dua orang dalam proses visa juga tidak dilanjutkan lagi. Satu orang yang sedang proses visa itu akhirnya kembali ke Flotim sehingga tersisa du orang ditampung di asrama.
Selanjutnya, tahap II tahun 2018 sebanyak 37 orang (32 laki dan lima perempuan) yang khusus disiapkan progam kuliah sambil kerja di Taiwan. Mereka tiba di Bali tanggal 9 September 2018. Dari 37 orang tersebut, yang sudah kuliah dan bekerja di Taiwan sebanyak 19 orang, yang pulang ke Flotim dan tidak melanjutkan program sebanyak 5 orang dan sisanya 13 orang masih di Bali dan dikuliahkan oleh LPK Darma dengan dana talangan LPK Darma.
Dalam perjalanan selanjutnya, dari 13 orang itu, 4 orang sudah mendapatkan visa dan satu orang sedang dalam proses visa namun karena Pandemi Covid-19 sehingga proses pemberangkatan maupun pengurusan visa tidak dapat dilanjutkan dan mereka ditampung di asrama LPK Darma dan per 25 Nopember 2019 dikuliahkan oleh LPK Darma.
“Selaku kuasa hukum dari LPK Darma dan RSN kami sangat heran dengan adanya tindakan peserta tersebut yang melakukan pengaduan masyarakat karena selama ini antara calon peserta yang tidak lulus tersebut sangat baik hubungannya. Mereka ditempatkan di asrama, mereka diberikan uang makan dan mereka dikuliahkan di salah satu perguruan tinggi terkenal di Denpasar secara gratis sambil menunggu proses lebih lanjut kuliah sambil kerja di Taiwan.” ujar Fredrik Billy.
Dijelaskan, mereka sebenarnya sudah sangat paham dengan keberadaan dan kondisi mereka yang tidak lolos magang atau kuliah sambil kerja di luar negeri dibandingkan dengan yang sudah berangkat keluar negeri.
Karena mereka sejak awal telah diberikan berbagai macam kursus dan pelatihan untuk program keluar negeri. Namun untuk masuk ke universitas di Taiwan pihak LPK Darma tidak dapat mengintervensi kampus yang ada di sana.
Demikian pula untuk beberapa kali pihak LPK Darma sudah mengurus visa mereka di Taipei Economic and Trade Office (TETO) Surabaya dan Jakarta, namun tidak terbit visa mereka. Masalah visa, pihak LPK Darma tidak dapat mengintervensi di kedutaan untuk mendapatkan visa, sehingga penipuan macam apa yang dilakukan oleh LPK Darma dan RSN?
“Dasar hukum jelas, ada Perjanjian kerja sama antara Pemkab Flores Timur dengan LPK Darma dan pendaftaran mereka melalui BLK Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Flores Timur, bukan LPK Darma. Karena LPK Darma hanya melakukan pelatihan selama di Bali dan mengurus visa mereka dan memberangkatkan mereka bila mereka sudah lulus dan dapat visa,”tegas Billy.
Ia heran dengan tudingan adanya tindakan penggelapan yang dilakukan LPK Darma dan RSN. “Penggelapan yang mana? Dana yang disetor ke LPK Darma selama ini seluruhnya untuk kepentingan calon para peserta sendiri, mulai dari biaya transportasi, kursus, pengurusan visa, akomodasi dan konsumsi bahkan sampai saat ini jumlah biaya bagi para peserta tersebut melibihi dari dana yang disetor,” ujarnya.
Demikian juga para calon peserta saat itu datang sendiri untuk mendaftar di BLK Larantuka. Dan setelah itu LPK Darma dan Perwakilan Stikom yaitu RSN datang melakukan tes dan pembekalan di Larantuka.
Billy menegaskan, adanya pihak-pihak yang mendesak penyidik agar RSN ditetapkan menjadi tersangka sangat prematur, karena sifatnya masih pengaduan masyarakat (dumas) dan belum ada laporan polisi.
“Biarkan penyidik melakukan tugas dan tanggung jawabnya dengan profesional, tidak perlu mendahului pekerjaan penyidik. Selaku kuasa hukum menurut kami sangat aneh dengan opini yang berkembang ini dan hanya berdasarkan logika apalagi ditambahkan dengan adanya dugaan human trafficking yang dilakukan oleh LPK Darma,” tegasnya.
Billy mengatakan, adanya program magang serta kuliah sambil kerja tersebut yang dilakukan oleh LPK Darma sudah memenuhi ketentuan dan mekanisme yang berlaku antara lain adanya legalitas dari LPK Darma sendiri yang sudah menyalurkan 131 orang untuk magang di Jepang.
Perekrutan terhadap para peserta sesuai dengan penempatan kuliah dan tempat kerjanya, peserta sudah diatas umur 19 tahun, mendapat izin orangtuanya, menggunakan paspor dan visa sesuai penggunaannya, diurus oleh Lembaga yang mempunyai izin dari Menteri Tenaga Kerja RI.
Sekali lagi Billy menegaskan, yang melaporkan ini adalah mereka yang tidak lulus tes baik ke Jepang, maupun ke Taiwan. Tidak lolosnya mereka karena keterbatasan di dalam mengikuti test dan wawancara dengan pihak asing dan juga masalah visa yang menjadi otoritas kedutaan.
Di samping selama masa Pandemi Covid-19 ini maka seluruh proses administrasi berkaitan dengan kepengurusan visa di TETO Surabaya dan juga Jakarta terhambat.
Demikian pula yang sudah mendapat visa tidak dapat berangkat juga karena negara tujuan juga sedang lockdown sampai saat ini.
Terus apakah itu semua untuk kepentingan dan keuntungan dari LPK Darma dan RSN. “Semua data dan fakta sudah kami sampaikan kepada penyidik,” tegas Billy didampingi Kaspar Gambar, Derry Firmansah, Lonny Rihi, Valerian L. Wangge dan Gde Mulya Agus Jaya dari kantor Advokat BILLY & Partners.poll