7 Cara Terapkan Batasan Bercanda dan Bullying, Orangtua Wajib Tahu!

DENPASAR, MENITINI.COM – Duh, kasus bullying tidak pernah ada habisnya. Tiap hari seakan selalu ada korban dan kisah baru beredar di kanal berita. Seringkali pada saat wawancara, pelaku gagal memahami batasan antara bercanda dan bullying. Padahal kedua hal tersebut sangat berbeda jauh baik dari esensi dan dampaknya. Yang satu memang bertujuan menghibur tetapi yang satu malah merundung. Penting sekali, malah sebuah kewajiban untuk memahami batasan antara keduanya. Mari kita pelajari bersama antara bercanda yang sehat dan perundungan!

Batasan Bercanda dan Bullying

Anda Bercanda jika

  • Tujuan Positif: Bercanda umumnya bertujuan menyenangkan dan menciptakan suasana yang ceria. Karena itu, saat bercanda tidak seharusnya menyakiti perasaan orang lain.
  • Ketegasan Batasan: Bercanda harus tetap dalam batas-batas yang tidak merugikan atau merendahkan orang lain. Bercanda yang tetap memperhatikan rasa hormat dan kesadaran terhadap perasaan orang lain akan menciptakan lingkungan yang positif.
  • Penerimaan: Bercanda adalah sebuah bentuk yang diterima oleh semua pihak yang terlibat. Jika ada tanda-tanda bahwa candaan membuat tidak nyaman, segera hentikan atau ubah arah bercanda tersebut.
  • Kesadaran Diri: Orang yang bercanda perlu memiliki kesadaran diri terhadap efek bercanda mereka pada orang lain. Mereka harus siap menerima tanggapan dan menyesuaikan perilaku mereka jika perlu.
  • Ada persetujuan: Bercanda ditandai dengan adanya saling persetujuan. Jika seseorang tidak nyaman dengan bercandaan tertentu, maka perlu kita hormati batasan mereka dan segera berhenti.
BACA JUGA:  Berbuka Puasa: Temukan Keseimbangan antara Kenikmatan dan Kesehatan

Sudah Termasuk Bullying jika

  • Tujuan Merugikan: Bullying melibatkan perilaku agresif dan merugikan, yang bertujuan untuk menyakiti, merendahkan, atau mendominasi orang lain. Tujuannya adalah mendapatkan kekuasaan atau mengurangi harga diri orang lain.
  • Berulang-ulang: Perilaku cenderung terjadi secara berulang-ulang. Jadi bukan hanya terjadi sebagai insiden tunggal, tetapi menjadi pola perilaku yang terus-menerus.
  • Kekuatan Tidak Setara: Bullying melibatkan ketidaksetaraan kekuatan antara pihak yang terlibat. Pelaku sering memiliki kekuatan atau keunggulan tertentu yang mereka gunakan untuk merugikan orang lain yang kurang berdaya.
  • Dampak yang Merugikan: Adanya dampak serius dan merugikan pada kesejahteraan mental dan emosional korban. Contoh tersering yaitu kecemasan, depresi, isolasi sosial, bahkan dapat berujung pada tindakan bunuh diri.
  • Tidak Diterima: Bullying tidak dapat dibenarkan dan tidak diterima dalam konteks apapun. Tidak ada alasan pembenaran terhadap perilaku merendahkan dan merugikan orang lain.

Peran orangtua juga sangat penting dalam membimbing anak-anak mereka terkait batasan ini. Dan harus tegas. Tanpa tawar menawar! Dengan memberlakukan batasan yang jelas dan memberikan pemahaman yang baik, orangtua dapat membentuk anak-anak mereka menjadi individu yang memiliki rasa humor yang positif dan menghormati orang lain.

7 Cara Menerapkan Batasan Bercanda dan Bullying

1. Memberikan Pemahaman tentang Batasan Humor

Orangtua perlu mengajarkan anak-anak bahwa humor yang positif dan menghibur adalah bagian penting dari kehidupan. Seperti hal lainnya, bercanda juga memiliki batasan yang harus diterapkan. Melibatkan anak dalam percakapan terbuka tentang jenis bercanda yang dapat diterima dan yang tidak, akan membantu mereka memahami batasan tersebut.

BACA JUGA:  Dinas Perikanan Badung Gelar 'Gerakan Memasyarakatkan Makan Ikan'

2. Menyadarkan Dampak Bullying

Jelaskan secara lugas dan tegas bahwa bullying adalah perilaku yang tidak dapat diterima. Bukan hanya sekedar melarang, namun merubah perspektif anak dengan melihat dari dampaknya terlebih dahulu. Kemudian libatkan anak dalam diskusi dengan bahasa yang ringan sehingga dapat membantu mereka menyadari pentingnya tindakan pencegahan ini.

3. Model Perilaku Positif

Saat menjadi orangtua, maka secara tidak langsung menjadi model perilaku bagi anak. Dengan menunjukkan humor yang positif dan menghormati orang lain, orangtua dapat memberikan contoh yang kuat bagi anak-anak. Tekankan juga tentang cara berkomunikasi dengan baik dan memperlakukan orang lain dengan rasa hormat.

4. Melibatkan Diri dalam Lingkungan Sekolah

Keterlibatan orangtua dalam kehidupan sekolah ternyata amat penting. Bagi orangtua dapat memahami lebih baik lingkungan tempat anak-anak mereka berinteraksi dan memastikan bahwa nilai-nilai positif sudah tertanam dengan baik. Bagi anak, orangtua menjadi teladan realistis dalam sekolah kehidupan dan berorganisasi.

5. Mendorong Pemberian Dukungan

Orangtua harus menciptakan lingkungan rumah di mana anak-anak merasa aman dan mendapat dukungan penuh. Salah satu cara sederhana yang sering luput adalah belajar mendengarkan perasaan anak-anak. Saat anak merasa didengar, maka nasehat kita akan lebih mudah mereka terima. Hasilnya, kita dapat memberikan bimbingan untuk mengatasi konflik atau situasi sulit.

BACA JUGA:  Kawal Program BAAS, Bupati Tamba dan Wabup Ipat Kompak Kunjungi Anak Stunting

6. Mengajarkan Empati:

Ajarkan anak-anak untuk mengembangkan empati terhadap perasaan orang lain. Mengajak mereka untuk memahami perspektif orang lain dan meresapi bagaimana tindakan atau kata-kata mereka dapat memengaruhi orang lain adalah langkah kunci untuk mencegah perilaku bullying.

7. Membuat Aturan Jelas

Salah satu bentuk ketegasan adalah dengan adanya aturan. Membuat aturan rumah yang jelas terkait batasan bercanda dan bersikap saat sekolah sangat penting. Anak-anak perlu tahu konsekuensi dari perilaku mereka. Namun mereka juga harus tahu bahwa orangtua akan mendukung tindakan yang positif.

Dengan 7 cara ini, orang tua dapat melibatkan diri secara aktif. Tidak hanya melulu omelan dan nasehat kosong, namun orangtua perlu menciptakan lingkungan kondusif dalam pembentukan perilaku anak-anak. Batasan saat bercanda dan pencegahan bullying adalah materi penting yang harus tersampaikan melalui orangtua terlebih dahulu baru lingkungan sekitar. Ketika orang tua menciptakan lingkungan yang mendukung, hormat, dan penuh empati bagi anak, mereka akan mencontoh. Ibaratnya, ini adalah investasi dalam membentuk pribadi dan karakter yang bertanggung jawab dan berempati. (M-010)