DENPASAR, MENITINI.COMĀ – Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa negara, dalam hal ini pemerintah pusat dan daerah, harus menggratiskan pendidikan dasar yang diselenggarakan pada satuan pendidikan SD, SMP, dan madrasah atau sederajat, baik di sekolah negeri maupun swasta.
“Mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian,” kata Ketua MK Suhartoyo membacakan amar Putusan Nomor 3/PUU-XXII/2024 di MK RI, Jakarta, Selasa.
MK menyatakan frasa “wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya” dalam Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) telah menimbulkan multitafsir dan perlakuan diskriminatif sehingga bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945.
Dijelaskan Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih bahwa frasa “wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya” yang penerapannya hanya berlaku bagi sekolah negeri dapat menimbulkan kesenjangan akses pendidikan dasar bagi siswa yang bersekolah di sekolah swasta.
Terlebih, dalam kondisi tertentu, terdapat peserta didik yang terpaksa bersekolah di sekolah swasta akibat keterbatasan daya tampung sekolah negeri.
Dalam kondisi demikian, menurut MK, negara tetap memiliki kewajiban konstitusional untuk memastikan tidak ada peserta didik yang terhambat memperoleh pendidikan dasar hanya karena faktor ekonomi dan keterbatasan sarana pendidikan dasar.
Gugatan yang diajukan oleh Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) ini dikabulkan sebagian oleh MK, dengan menyatakan bahwa Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bertentangan dengan UUD 1945.
Terkait dengan hal itu, pengamat pendidikan, Prof. Dr. Ir. Putu Rumawan Salain, M.Si., mengatakan hal ini sebagai angin segar dalam dunia pendidikan. Apalagi dalam UU Sisdiknas dalam pembukaannya menyebutkan terkait dengan memudahkan dan memeratakan akses pendidikan.
“Kalau pemerintah memiliki kemampuan itu, ini yang ditunggu,” kata Prof. Rumawan saat dihubungi Selasa (27/5)
Selain itu, hal ini juga akan semakin mengikis adanya dikotomi antara sekolah negeri dan swasta. “Cukup bagus, mudah-mudahan ini membawa angin segar bagi dunia pendidikan.
Sehingga wajib belajar sembilan tahun terpenuhi dan tak ada siswa yang tercecer tak bisa melanjutkan sekolah. Meski demikian, ia menambahkan jika kewenangan SD dan SMP saat ini ada di Kabupaten dan Kota.
Dan terkait anggaran untuk hal ini perlu dipertimbangkan lagi, mengingat banyaknya jumlah sekolah swasta di Bali. “Kalau dibebankan ke daerah apakah Kota atau Kabupaten ada uang? Agak sulit dalam hal ini,” paparnya.
“Bayangkan saja untuk pengadaan infrastruktur ruang kelas, biaya guru. Jadi bukan soal biaya sekolah gratis saja. Seberapa digratiskannya, itu harus jelas,” imbuhnya.
Oleh karenanya, perlu ada regulasi terkait pembiayaan, apakah sepenuhnya dibiayai daerah atau dari pusat. “Meski begitu, saya pribadi menyambut baik putusan ini. Artinya negara hadir di masyarakat untuk kepentingan pendidikan,” katanya. M-003