Perjuangan mewujudkan demokrasi dan menghentikan rezim otoriter memang memerlukan perjuangan; waktu, tenaga, pikiran, uang bahkan nyawa pun jadi taruhan. Itulah yang terjadi tiga puluh tahun silam tepat pada hari, Selasa (4/6) 1989 ketika tank menggilas ribuan demontrasn di lapangan Tianamen. Hari ini China memperingati tiga dekadeĀ tragediĀ Tianamen, ketika militer membantai demonstran yang menggelar aksi damai menuntut demokrasi di Negeri Tirai Bambu.
Pada 1989, siswa di China menggelar
unjuk rasa memperjuangkan demokrasi dan kebebasan di jantung ibu kota,
memancing dukungan dari kaum pekerja dan intelektual hingga memicu aksi protes
di seluruh penjuru negara. Setelah aksi berjalan beberapa pekan, demonstrasi
itu dilibas dengan serangan militer yang merenggut ratusan, bahkan ribuan
nyawa.
Aksi protes menjamur
Pada 25 April, pemimpin tertinggi Deng Xiaoping menyatakan gerakan protes itu
digelar sebagai upaya untuk menggulingkan Partai Komunis. Klaim itu memicu opini yang menggegerkan di
koran pemerintah, People’s Daily, pada hari berikutnya. Opini yang
menyulut emosi itu mendorong semakin banyak orang yang membanjiri ruas-ruas
jalan di Beijing pada 27 April.
Tak
lama setelah itu, China memperingati 70 tahun May Fourth Movement, protes
penting melawan kolonialisme dan imperialisme yang mengguncang China pada 1919.
Sepekan kemudian, protes baru pecah di Beijing dan kota-kota lain, mulai dari
Shanghai hingga Xi’an.
Tiananmen Diduduki dan Kematian Sang Refomator
Ratusan siswa menduduki Lapangan Tiananmen dan memulai aksi mogok makan pada 13
Mei, diikuti oleh ribuan orang lainnya pada hari-hari berikutnya.
Di kancah dunia, peristiwa ini masih terus diingat. Namun di China, tragedi ini
ditutup-tutupi, bahkan tak pernah disebut lagi. Untuk mengenang tragedi
tersebut, AFP merangkum lima momen kunci dari peristiwa penuh gejolak
tersebut.
Keputusasaan warga China memuncak
ketika tokoh politik yang mereka anggap sebagai reformator sejati, Hu Yaobang,
meninggal dunia pada 15 April. Hu Yaobang terpilih sebagai pemimpin Partai
Komunis China pada 1981, tapi kemudian diberhentikan enam tahun setelahnya
karena dianggap terlalu santai menghadapi gelombang kerusuhan mahasiswa.
Hu lantas dipuja sebagai pengusung reformasi liberal. Dua hari setelah
kepergiannya, warga pun frustrasi dan menggelar demonstrasi pertama di Lapangan
Tiananmen.
Aksi protes menjamur
Pada 25 April, pemimpin tertinggi Deng Xiaoping menyatakan bahwa gerakan protes
itu digelar sebagai upaya untuk menggulingkan Partai Komunis.
Klaim itu memicu opini yang menggegerkan di koran pemerintah, People’s Daily, pada hari berikutnya. Opini yang menyulut emosi itu mendorong semakin banyak orang yang membanjiri ruas-ruas jalan di Beijing pada 27 April.
Tak
lama setelah itu, China memperingati 70 tahun May Fourth Movement, protes
penting melawan kolonialisme dan imperialisme yang mengguncang China pada 1919.
Sepekan kemudian, protes baru pecah di Beijing dan kota-kota lain, mulai dari
Shanghai hingga Xi’an.
Ratusan siswa menduduki Lapangan Tiananmen dan memulai aksi mogok makan pada 13
Mei, diikuti oleh ribuan orang lainnya pada hari-hari berikutnya. Namun, akademisi, saksi, dan kelompok hak asasi manusia
memperkirakan tragedi itu merenggut ratusan hingga lebih dari seribu nyawa.
Pada 5 Juni, seorang pria memblokir tank dan kendaraan lapis baja yang berjajar jauh di jalan. Setelah dua menit, pria itu diamankan aparat. Pria yang kemudian dijuluki “Tank Man” ini sempat tertangkap kamera dan potretnya menjadi salah satu gambar paling berpengaruh Abad ke-20. Namun, identitas dan nasibnya tidak pernah diketahui hingga saat ini poll berbagai sumber