Sabtu, 27 Juli, 2024

Ketua BKSAP DPR RI Fadli Zon saat pembukaan agenda Pertemuan Parlemen dalam rangka Forum Air Dunia ke-10 Tahun 2024 di Nusa Dua, Bali, Senin (20/5/2024). (Foto: Parlementaria/Oji/vel)

NUSA DUA,MENITINI.COM-Air mengalir memberikan denyut kehidupan tanpa mengenal batas. Sebab itu, Sidang Umum PBB yang mengeluarkan Resolusi Nomor 64/292 yang secara eksplisit mengakui hak atas air dan sanitasi adalah HAM.

Pada kenyataannya, tidak semua negara bisa menikmati hak dasar ini. Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI Fadli Zon menggalang dukungan agar multipihak yang terkait dari berbagai negara menerapkan penuh aksi pemerataan akses air layak dan bersih untuk setiap manusia.

Demikian hal ini dirinya nyatakan dalam pembukaan agenda Pertemuan Parlemen dalam rangka Forum Air Dunia ke-10 Tahun 2024 di Nusa Dua, Bali, Senin (20/5/2024). Pada kesempatan ini, sebutnya, para delegasi yang mewakili parlemen dari berbagai negara harus beraksi nyata.

BACA JUGA:  DPR Sebut Perlu Adanya Kelas Cukai Khusus Rokok Produksi UMKM

“Ini waktunya kita (sebagai parlemen) ‘walk the talk‘. Kita harus melipatgandakan usaha kita demi memastikan dunia yang damai berkelanjutan,” ungkap Anggota Komite Eksekutif Inter-Parliamentary Union (IPU) itu.

Secara terang, Fadli menceritakan kondisi konflik geopoltik sekaligus krisis air terkini yang mendera di sejumlah negara. Selama 220 hari terakhir, Israel telah melakukan serangan brutal dan biadab kepada masyarakat Palestina, salah satunya memblokade akses air bersih.

Ia memandang Israel memanfaatkan air bukan sebagai sumber kehidupan akan tetapi sebagai sumber petaka dengan menjadikannya senjata. Tidak berhenti, di belahan Suriah Barat Laut, pengungsi kesengsaraan panjang akibat tertutupnya akses air bersih dan aman akibat dampak konflik yang berkepanjangan. Peristiwa ini, sebutnya, meninggalkan ketakutan baik pada tanah maupun masyarakatnya.

BACA JUGA:  Buntut Polemik KRIS, Komisi IX DPR Akan Panggil Menkes-BPJS Kesehatan

Pada saat yang sama, sejumlah di Afrika Selatan menghadapi kondisi ekstrem krisis lingkungan dan kemanusiaan akibat kekeringan parah sehingga menyebabkan dinyatakan sebagai kondisi darurat. Di sisi lain, perubahan iklim telah membawa dampak nyata terhadap sistem pertanian dan irigasi.

Sebagaimana dijelaskan oleh Bank Dunia, Amerika Latin telah mengalami 74 kali kekeringan sehingga menyebabkan kerugian lebih dari US$13 miliar. Asia, urai Fadli, turut terdampak tanpa terkecuali. Berdasarkan laporan UNICEF, terdapat 347 juta anak di bawah usia 18 tahun yang mengalami kelangkaan air yang sangat tinggi di Asia Selatan.

Selain itu, sekitar tiga perempat air di Asia Pasifik berada pada kondisi yang tidak aman. Lebih dari 90 persen penduduk di kawasan ini telah menghadapi krisis air. Ironi lahir ketika fakta mengatakan 90 persen air tawar dikonsumsi untuk kegiatan pertanian.

BACA JUGA:  Anggota Baleg DPR RI, Harus Ada Kriteria Jelas Tentukan Skala Prioritas Destinasi Wisata

“Ini sungguh sebuah bencana. Jadi, ini merupakan tanggung jawab kita bersama sebagai bagian dari komunitas internasional, untuk menghentikan tindakan genosida dan kekejaman situasi dunia saat ini,” seru Fadli. (sumber: Parlementaria)

Editor: Daton