Hikmah Restorative Justice, Pasangan di Minahasa Selatan Melangsungkan
Pernikahan Setelah Proses Perdamaian

“Ada yang istimewa dari sebuah maaf. Meluruhkan kemarahan, membasuh habis kesedihan, dan meruntuhkan keegoisan. Terkadang, memaafkan orang yang membuat terluka terasa lebih menyakitkan daripada luka yang diderita. Namun, tidak akan ada kedamaian tanpa saling memaafkan.”

OCTAVIANUS PUDI dan MEGAWATI BAWANDA merupakan sepasang kekasih yang telah tinggal bersama dan memiliki 1 orang anak. Meski belum menikah, OCTAVIANUS PUDI bekerja keras menjadi buruh pengangkut pasir demi menghidupi keluarga kecilnya. Namun akibat himpitan ekonomi dan rasa emosi, OCTAVIANUS PUDI melakukan penganiayaan terhadap sang kekasih dan membuatnya harus menjadi seorang Tersangka.

Peristiwa berawal pada Senin 21 November 2022 sekitar pukul 09:30 WITA dan bertempat di Desa Lopana Satu, Kecamatan Amurang Timur, Kabupaten Minahasa Selatan. Kala itu, sang kekasih sekaligus korban MEGAWATI BAWANDA menanyakan alasan OCTAVIANUS PUDI yang hanya membeli susu anak seharga Rp15.000. Mendapat pertanyaan seperti itu, OCTAVIANUS PUDI menjawab bahwa uang yang dimilikinya hanya mampu membeli susu seharga Rp15.000. Tak terima dengan alasan tersebut, MEGAWATI BAWANDA menanyakan perihal uang Rp20.000 yang dirinya lihat di dompet sang kekasih. OCTAVIANUS PUDI pun menjawab bahwa uang Rp20.000 tersebut sudah digunakan untuk membeli telur. Mendengar jawaban sang kekasih, MEGAWATI BAWANDA tidak lagi memberikan respon dan akibat emosi karena dihiraukan, OCTAVIANUS PUDI melakukan penganiayaan dengan menendang, memukul, dan melempar tubuh MEGAWATI BAWANDA. Akibatnya, MEGAWATI BAWANDA mengalami luka bengkak serta kemerahan di bagian dahi kiri, pelipis kiri dan pelipis kanan.

BACA JUGA:  Perkara Komoditas Timah, Tim Penyidik Kembali Menetapkan 2 Tersangka Baru

Akibat perbuatannya, OCTAVIANUS PUDI dilaporkan kepada pihak berwajib dan ditetapkan sebagai TERSANGKA oleh Penyidik Kepolisian Sektor (Polsek) Amurang, yang disangkakan melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan, dan berkas perkaranya pun dilimpahkan kepada Kejaksaan Negeri Minahasa Selatan.

Setelah menerima berkas perkara tersebut, Kepala Kejaksaan Negeri Minahasa Selatan La Ode Muhammad Nusrim dan Kepala Seksi Tindak Pidana Umum (Kasi Pidum) Wiwin B. Tui sepakat untuk mendamaikan kedua belah pihak melalui keadilan restoratif (restorative justice). Selanjutnya, pada Senin 27 Februari 2023 dan bertempat di Kejaksaan Negeri Minahasa Selatan, dilakukan pertemuan antara Tersangka OCTAVIANUS PUDI dan korban MEGAWATI BAWANDA, yang dihadiri oleh keluarga korban, keluarga Tersangka, Penyidik, Lurah Amurang Timur, tokoh agama, dan tokoh masyarakat. Dalam proses perdamaian, Tersangka mengakui dan menyesali perbuatannya serta meminta maaf kepada korban.

BACA JUGA:  Jaksa Agung: Membangun Personality Perfomance Jaksa dengan Menjaga Attitude di Masyarakat

Mendengar pengakuan dan penyesalan Tersangka, korban pun memaafkan Tersangka dan meminta agar Tersangka tidak lagi mengulangi perbuatannya. Korban juga meminta agar proses hukum yang sedang dijalani oleh Tersangka dihentikan.

Usai tercapainya kesepakatan perdamaian, Kepala Kejaksaan Negeri Minahasa Selatan mengajukan permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Utara. Setelah mempelajari berkas perkara tersebut, Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Utara Andi Muhammad Taufik sependapat untuk dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif dan mengajukan permohonan kepada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum).

Kini Tersangka OCTAVIANUS PUDI bebas tanpa syarat usai permohonan penghentian penuntutan melalui keadilan restoratif (restorative justice) disetujui oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Dr. Fadil Zumhana melalui Direktur Tindak Pidana Terhadap Orang dan Harta Benda Agnes Triani pada Rabu 08 Maret 2023.