Dipicu Pembangunan Gapura, Tapal Batas Denpasar-Badung Kembali Memanas

DENPASAR, MENITINI.COM – Walau kasus tapal batas antara Kabupaten Badung dengan Kota Denpasar di kawasan Glogor Carik telah selesai mengacu Permendagri Nomor 142 tahun 2017. Namun kembali bergejolak dengan adanya pembangunan gapura candi pada sebelah barat titik tapal batas yang dibuat Pemkab Badung.

Kabar tersebut kemudian dilakukan pengecekan oleh Camat Kuta bersama Trantib, Satpol PP, serta Kabag Tapem Badung. Hal itu karena pembangunan candi tersebut berada pada ruas milik jalan (rumija) Kabupaten Badung.

Camat Kuta mempertanyakan pembangunan candi yang berlokasi di ruas milik jalan yang sesuai Permendagri masuk ke dalam wilayah Badung. Sementara pihak dari Pemogan dan Gelogor Carik mengatakan candi tersebut merupakan penanda batas wewidangan desa adat Pemogan.

BACA JUGA:  Remisi Khusus Hari Raya Nyepi, Wayan Candra dan Gede Winasa Dapat Korting Sebulan ST 

Camat Kuta, Ngurah Bhayudewa saat dikonfirmasi via telepon tidak mengatakan ia datang karena mendengar ada aktivitas di rumija wilayah administrasi Badung. Aktivitas itu sudah mulai dilakukan sejak Minggu (9/4/2023).  

“Bukan membangun tapal batas adat yang kami persoalkan. Yang kami tindaklanjuti adalah adanya aktivitas pembangunan di rumija yang notabene memanfaatkan tanah negara. Jadi bukan hanya karena yang dibangun itu adalah tapal batas adat, tapi apapun yang dibangun memanfaatkan tanah Negara wajib minta izin terlebih dahulu ke pemerintah daerah bersangkutan,” katanya menjelaskan.

Jika mengacu pada regulasi, sesungguhnya pemberhentian aktivitas ataupun pembongkaran bisa saja langsung dilakukan. Namun mempertimbangkan kondusifitas wilayah, langkah tersebut tidak dilakukan. Hasil temuan di lapangan juga sudah disampaikan ke Sekretaris Daerah Kabupaten Badung.

BACA JUGA:  Sering Berbuat Onar dan Over Stay, Pria Asal Aljazair Ditangkap Imigrasi Ngurah Rai

Terpisah, Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Badung, Wayan Adi Arnawa membenarkan pihaknya telah mendapatkan laporan terkait pembangunan batas wilayah di wilayah administratif Kabupaten Badung dengan memanfaatkan Ruas Milik Jalan (Rumija). Atas hal tersebut Pemkab Badung melalui Kabag Tapem, PUPR, Satpol PP, dan Camat Kuta melakukan pengecekan.  

Ia menilai pembangunan gapura sebagai batas wewidangan desa adat merupakan hal yang berlebihan. Sebab, penanda wewidangan desa adat tidak sampai memanfaatkan Rumija. Hal itu menurutnya hanya perlu membuat penanda kecil. Terlebih, pembangunan Gapura dilakukan di wilayah administratif Kabupaten Badung. “Itu terlalu mencolok, apalagi memanfaatkan Rumija. Jadi kami Pemda Badung cukup keberatan dengan pembangunan itu,” tandasnya.  M-003