JAKARTA,MENITINI.COM – Pemanfaatan kecerdasan artifisial (AI) dalam layanan kesehatan kian meluas, termasuk untuk mendukung deteksi dini tuberculosis (TBC). Meski begitu, Wakil Menteri Kesehatan Prof. Dante Saksono Harbuwono mengingatkan bahwa teknologi tersebut tidak boleh digunakan masyarakat sebagai alat diagnosis mandiri.
Peringatan itu disampaikan Prof. Dante dalam Dialog Multistakeholder Towards a Smart Governance di Kemenko PMK, Jakarta. Ia menegaskan bahwa keputusan medis harus mempertimbangkan berbagai aspek, bukan hanya satu sumber informasi.
“Medical is combination between science and art. Jadi keputusan di bidang kedokteran itu tidak bisa diambil dari hanya satu sumber informasi saja,” ujarnya.
Kemenkes saat ini tengah mengujicobakan pemanfaatan AI melalui portable x-ray untuk mendeteksi potensi TBC, termasuk pada individu tanpa gejala tetapi memiliki riwayat kontak erat. Teknologi ini dinilai mampu mempercepat penemuan kasus tersembunyi.
“Banyak mereka yang tidak bergejala tapi punya kontak erat, dengan menggunakan artificial intelligence bisa dideteksi lebih awal,” jelasnya.
Namun, Prof. Dante menekankan bahwa hasil analisis AI tidak boleh menjadi dasar pengobatan tanpa keterlibatan tenaga kesehatan.
“Tidak semua informasi AI bisa diimplementasikan secara langsung oleh pasien. Ini harus ada regulasinya,” tegasnya.
Kemenkes memastikan bahwa pemanfaatan AI tetap akan diarahkan untuk mendukung proses skrining, sementara keputusan diagnosis dan terapi tetap berada di tangan profesional medis.
(Sumber: Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kemenkes RI)
- Editor: Daton









