Tuntaskan Status Aset Pemprov di Gili Trawangan, Polda NTB Siapkan Panggilan II Untuk Pejabat Pemprov 

MATARAM MENITINI.COM – Langkah pejabat Pemprov NTB yang hingga kini enggan datang memenuhi panggilan Polda NTB dalam rangka pemberian keterangan terkait lahan HPL Gili Trawangan, di Kabupaten Lombok Utara (KLU), menuai reaksi Polda NTB. 

Padahal, keterangan dari pejabat Pemprov setempat sangat dibutuhkan untuk memastikan status penanganan terhadap aset seluas 75 hektar tersebut. 

Diketahui, nilai aset Pemprov NTB seluas 75 hektar di Gili Trawangan berdasarkan penilaian Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) sebesar Rp3,1 triliun. Itu artinya dalam satu meter itu ada Rp3 juta kontribusi bagi daerah.

Namun Pemprov setempat tidak mengenakan tarif tersebut. Sebab, hal itu sudah dikonsultasikan dengan DJKN, sehingga tetap menggunakan kebijakan Perda menggunakan 25 ribu meter persegi.

Dirreskrimum Polda NTB Kombespol Syarif Hidayat meminta pejabat Pemprov setempat agar kooperatif terkait lahan HPL Gili Trawangan. Sebab, Polda setempat membutuhkan keterangan lebih detail agar  statusnya tidak mengambang. 

BACA JUGA:  Rulien Purmiasa, Wali Kota Berhak Minta BPKP Audit PT DSA

“Saya enggak tahu alasan para pejabat Pemprov mengabaikan surat pemanggilan kami tanpa ada alasan yang jelas,” ujar dia pada wartawan, Jumat (23/2) kemarin.

Kombespol Syarif menegaskan bahwa ketidak hadiran pejabat Pemprov hingga kini, dapat menghambat kinerja aparat kepolisian mengusut tuntas persoalan Gili Trawangan.

Karena itu, pemanggilan kedua akan dilakukan untuk mengetahui dengan detail asal muasal masalah pihak yang pertama menguasai lahan eks PT GTI dengan investor pengelola.

Hal itu menyusul,  di beberapa titik lahan, Pemprov NTB sudah menjalin perjanjian kerja sama (PKS) dengan pengelola baru, tanpa melibatkan pihak yang pertama menguasai lahan atau warga setempat. Ini yang kemudian memicu polemik.

Untuk menarik benang merah atas persoalan ini, Ditreskrimum Polda NTB akan mengumpulkan informasi dari masyarakat, investor, dinas, dan UPT yang mengurus lahan di Gili Trawangan.

BACA JUGA:  Naik Motor Tersenggol KLX, Emosi, Ancam Pengendara NMAX, Pria ini Terancam 10 Tahun Penjara

“Kalau dalam PKS tidak sesuai prosedur, itu bisa jadi pungli. Atau jika dinikmati (uang kerja sama) oleh penyelenggara negara dan tidak masuk kas daerah, bisa jadi itu korupsi. Makanya ini kami akan konfirmasi,” ungkap dia. 

Mantan Wakapolresta Mataram ini mengaku, bahwa kasus ini sebelumnya ditangani Kejati NTB. Namun setelah dilakukan penelusuran, persoalan ini ternyata tidak masuk ranah korupsi. 

Hal ini lantaran, lahan HPL Pemprov NTB tidak beralih tangan.

“Karena sertifikatnya masih HPL Pemrpov NTB. Tidak ada perubahan atau peralihan sertifikat kepemilikan,” jelas Asisten Tindak Pidana Khusus Kejati NTB Ely Rahmawati, beberapa waktu lalu.

Untuk itu, Kejati NTB melimpahkan penanganan persoalan tersebut pada Polda NTB menyangkut dugaan pungli atau penyerobotan lahan. 

Diketahui sebelumnya, Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB sekarang ini sedang melakukan penyidikan terhadap 11 perjanjian kerja sama pada aset milik Pemprov NTB di Gili Trawangan, Kabupaten Lombok Utara (KLU). 

BACA JUGA:  Seorang Pria di Ambon Ditemukan Tewas Gantung Diri

Penyidikan yang dilakukan Kejati NTB menyebabkan beragam opini yang berkembang di masyarakat, sehingga menyebabkan banyak yang gagal paham.

Atas kondisi ini Kepala Biro Hukum Setda NTB Lalu Rudy Gunawan, mencoba meluruskan berbagai macam persepsi yang muncul terhadap penyidikan yang dilakukan Kejati NTB. 

Menurut Lalu Rudy, penyidikan yang dilakukan Kejati NTB adalah berdasarkan laporan dari masyarakat terkait adanya  oknum yang  diduga memperjualbelikan lahan milik Pemprov NTB.

Namun,  fakta di lapangan justru berbeda dengan kejadian sebenarnya, yakni Pemprov NTB yang menjual. Sementara sekarang ini Hak Penguasan Lahan (HPL) tetap masih di Pemprov NTB dan  tercatat dalam inventaris daerah dan ini di bawah MCP KPK.  (M-003)

  • Editor: Daton