Taktik dan Pendekatan Pelatih Timnas Korsel Paulo Bento

PERTANDINGAN terakhir Korea Selatan melawan Portugal di Grup D pada Piala Dunia 2002 merupakan momen bersejarah. Sebab, untuk pertama kalinya tuan rumah lolos ke babak 16 besar berkat kartu merah Joao Pinto dan Beto serta gol gemilang dari Park Ji-sung.

Siapa yang mengira bahwa Paulo Bento, gelandang tim nasional Portugal yang menelan kekalahan kala itu akan menjadi pelatih Taegeuk Warriors, 16 tahun kemudian? Dengan menduduki kursi pelatih selama lebih dari empat tahun, dia pelatih terlama dalam sejarah tim nasional Korea Selatan. Ironisnya, Bento, yang menjalani pertandingan internasional terakhirnya sebagai pemain Portugal dalam laga penyisihan grup pada 2022 melawan tim yang saat ini ia latih, harus melawan negara asalnya selama babak penyisihan grup di Qatar. Terlepas dari tekanan tambahan itu, Bento masih berambisi memimpin Korea Selatan lolos fase gugur.

BACA JUGA:  Timnas Indonesia Lumat Vietnam 3-0, Erick: Tetap Fokus Tatap Laga Berikut

Kendati demikian, tiga tahun lalu, taktik dan filosofi sang pelatih dikritik habis-habisan ketika Korea Selatan tersingkir dari Piala Asia AFC 2019 setelah kekalahan 0-1 dari Qatar di perempat final. Para pengkritik mengeluhkan dia hanya menurunkan pemain yang disukainya dan minim melakukan rotasi dalam skuadnya. Enam bulan menjelang masa jabatannya berakhir, taktiknya yang tidak fleksibel kembali dipertanyakan. Ada ketidakpuasan dari para penggemar dan media ketika Korea Selatan menderita kekalahan telak 0-3 dari Jepang dalam pertandingan persahabatan pada 2021.

Namun, ketika kualifikasi Piala Dunia Qatar zona AFC dimulai, Korea Selatan mencatat serangkaian kemenangan seiring keberuntungan mereka yang membaik. Perubahan itu mencapai puncaknya ketika Korea Selatan membukukan kemenangan kandang atas musuh bebuyutan Iran untuk pertama kalinya dalam 11 tahun pada matchday 9.