Senggigi tak Pudar Karena KEK Mandalika, Pariwisata Kembali Menggeliat

SETAHUN sudah gempa bumi berkekuatan 7,0 skala richter(SR) berlalu. Gempa bumi yang memporak-porandakan Gumi Lombok. Gempa bumi yang merusak tatanan ekonomi masyarakat, termasuk berdampak besar bagi sector pariwisata di NTB termasuk juga Lombok Barat (Lobar). Namun secara perlahan, Lombok mulai bangkit, Lombok mulai berbenah dengan segala asa yang dimiliki termasuk sector pariwisata di Gumi Patut Patuh Patju Lobar.

Memang, pasca gempa bumi itu, pariwisata Lobar benar-benar terpuruk. Pariwisata Lobar seolah-olah berada dititik nadir. Namun kini, situasi mulai membaik, tingkat kunjungan wisatawan di objek wisata Lobar khususnya kawasan wisata andalan Senggigi. Per April 2019 ini rata-rata tingkat hunian hotel menyentuh angka 54 persen. “Namun kembali turun drastis saat kebijakan kenaikan harga tiket dan biaya bagasi pesawat. Tapi sekarang sudah normal. Karena dengan kondisi saat ini, tingkat kunjungan diatas 30 persen saja itu sudah keuntungan bagi pelaku wisata khususnya hotel,” demikian dipaparkan Kepala Dinas Pariwisata Lobar, H. Ispan Junaidi kepada POS BALI, Senin (5/8).

Tak hanya itu, saat ini bahkan ada beberapa hotel yang tingkat huniannya diatas 60 hingga 70 persen. Hal itu disebabkan masuknya Air Asia yang memberikan pengaruh besar bagi bagi geliat pariwisata di kawasan Senggigi. “Saya optimis bahwa Senggigi tidak  pudar karena KEK Mandalika. Senggigi itu punya cirri khas sendiri, punya pangsa pasar sendiri. Bahkan ada tamu yang kedatangannya sudah berulang kali,” sambung Ispan.

Ispan Juanidi, Kadis Pariwisata Lombok Barat

Lalu bagaimana dengan kondisi Hotel berbintang pasca Gempa Bumi ? Ispan Junaidi menegaskan bahwa hotel bintang di kawasan Senggigi dalam kondisi stabil dari segi tingkat hunian. “Senggigi punya premium class, dan KEK Mandalika tidak punya ribuan kamar sejauh ini, artinya Senggigi masih dicari,” tegasnya.

Pentolan salah satu universitas ternama Australia itu pun mengaku sangat optimis bhwa Senggigi masih memiliki daya tarik bagi wisatawan mancanegara maupun domestic. Rasa optimisnya itu mengacu pada kekompakan para pelaku wisata yang ada di kawasan Senggigi termasuk juga kalangan Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) dan juga pemerintah desa setempat. “Komunitas, Pokdarwis, dan jajaran pemerintah dari Desa hingga Kabupaten terus bergerak untuk bangkit kembali pasca gempa. Gempa sudah selesai, kita butuh keamanan, kenyamanan dan pastinya kebersihan. Itu menjadi Pekerjaan Rumah (PR) bagi kita,” tegasnya lagi.

BACA JUGA:  Tiga Besar Pasar Wisatawan untuk Bali, Australia Nomor Satu, Menyusul China dan India

Terpisah, Indra Jaya Usman, salah seorang anggota DPRD Lobar mengatakan bahwa kondisi pariwisata di kawasan Senggigi belum dapat normal sepenuhnya. Terbukti sampai bulan Juni 2019 lalu, tingkat hunian hotel-hotel di Senggigi masih rendah. Sebaliknya di selatan Lombok Tengah, tepatnya di kawasan Mandalika Resort, geliat pariwisata justru semakin tumbuh.

Jika Kabupaten Lombok Tengah khususnya KEK Mandalika terus berbenah, kawasan Senggigi justru masih tetap saja diam. Jika tetap seperti itu, maka kedepan kawasan wisata Senggigi dapat dipastikan hanya tinggal nama saja.

Sunset di Pantai Senggigi

Tak bisa dipungkiri, sector pariwisata menjadi penyumbang PAD yang cukup siginifikan bagi Kabupaten Lobar. “Pengembangan pariwisata di kawasan Senggigi meredup, belum ada gairahnya,” katanya.

Rencana pemerintah akan segera dibangunnya sirkuit MotoGP di kawasan Mandalika, memunculkan kekhawatiran bagi dirinya dengan melihat kondisi Senggigi kini. Agar itu tidak terjadi, maka Usman mengajak seluruh pihak untuk tidak berangapan kalau pariwisata Senggigi tertinggal.

Tetapi yang harus dilakukan, adalah bagaimana semua pihak, baik itu Pemda Lobar, pelaku usaha, dan masyarakat membangun embrio-embrio di berbagai sektor pariwisata, sehingga wisata Senggigi tetap hidup. Sedangkan apa yang ada di Mandalika, kemudian bisa memberikan kontribusi untuk Lobar, begitu juga sebaliknya. “Keberadaan Mandalika harus memberikan keuntungan untuk Senggigi. Ini yang harus diciptakan,” sambungnya.

BACA JUGA:  Pohon Perindang Mengering dan Mati Pantai Kuta

Menurutnya, perlu ada revitalisai kawasan Senggigi, sebagai kawasan sport tourism, atau pun untuk selfi point, bahkan hingga instagramable. Mengingat perkembangan media sosial sangat ini juga sangat mempengaruhi perkembangan suatu destinasi pariwisata, termasuk tingkat kunjungan.

Menanggapi itu, Ispan Junaidi menegaskan bahwa persoalan utama terkait penataan kawasan wisata Senggigi adalah anggaran. Dan anggaran yang dibutuhkan untuk itu tidak sedikit, yakni mencapai angka Rp60 sampai Rp70 miliar. “Pak Bupati sudah berkomitmen untuk itu, anggaran akan digelontorkan. Karena berbicara Senggigi tidak hanya skup desa, melainkan Senggigi secara luas, mulai dari Kali Meninting hingga kawasan di Katamaran,” tambahnya.

Konsep itu, kata dia sudah mulai dipersiapkan. Salah satunya dengan membagi kawasan Senggigi itu menjadi lima spot penataan yakni mulai dari spot pertama di Kali Meninting, kemudian berlanjut ke spot ke dua di kawasan Montong, kemudian Pantai Duduk, Senggigi Induk dan berakhir di spot Pantai Kerandangan. “Konsepnya sudah ada, tinggal kita jalankan. Tentu saja dengan ketersediaan anggaran,” sambungnya.

Lagi-lagi dia menegaskan bahwa keberadaan KEK Mandalika bukanlah ancaman bagi Senggigi. Justru kawasan Lobar akan diuntungkan dengan berkembangnya kawasan milik ITDC tersebut. “Kami optimis Senggigi tetap menjadi primadona,”ucapnya.

Jangan Kendor, Promosi Pariwisata Harus Gencar

Kalangan pelaku wisata di kawasan wisata Senggigi, Kabupaten Lobar mendesak pemerintah daerah terus mencari cara agar kondisi pariwisata di Lombok kembali membaik. Salah satu solusi yang dimaksudkan adalah dengan menggencarkan promosi wisata ke dunia luar.

Salah seorang pemilik Hotel di kawasan Senggigi, Si Nyoman Oka Jelantik mengakui pascagempa melanda daerah itu, kondisi kawasan wisata Senggigi hingga saat masih belum pulih. Bahkan di awal-awal pasca gempa, kondisinya sangat memprihatinkan karena tidak akativitas yang begitu berarti. “Jujur, situasi saat itu sangat berat, Senggigi seperti kota mati tidak ada aktivitas apapun. Bahkan, saya mengalami kerugian selama tiga bulan,” ujarnya.

BACA JUGA:  Liburan Dua Hari, Penumpang di Bandara Ngurah Rai Melonjak

Ia mengungkapkan, meski saat ini kondisinya tertatih tetapi, ia melihat geliat usaha sudah mulai terasa di kawasan wisata Senggigi. Walaupun kondisinya belum 100 persen kembali pulih seperti sebelum terjadinya gempa. “Pada prinsipnya yang paling utama bagaimana pariwisata ini bisa bangkit kembali,” kata Oka.

Menurut dia, sebagai pelaku wisata pihaknya sangat berharap pemerintah daerah baik provinsi maupun Kabupaten Lobar lebih gencar mempromosikan pariwisata Lombok. Dikatakannya, bergelut di sektor pariwisata sangat bergantung pada wisatawan yang datang.

“Tugas pemerintah saat ini harus lebih masif lagi mempromosikan pariwisata Lombok, makin banyak tamu yang datang maka pariwisata Lombok akan makin bagus,” tegasnya.

Meski demikian, ia mengaku optimis pariwisata NTB khususnya Lombok akan bangkit lagi. Sebab, di beberapa destinasi wisata seperti Senggigi paskagempa bumi perlahan mulai bangkit.

“Sebagai pelaku tentu kami harus tetap optimis bagaiamana pariwisata NTB akan terus berkembang. Karena banyak sekali yang bergantung di bisnis ini,” pungkasnya.

Mulai Menggagas Pariwisata Berbasis Desa

Selama ini, sector pariwisata selalu identik dengan kawasan pantai. Tak ingin monoton, Pemkab Lobar melalui Dinas Pariwisata setempat mulai menggagas Pariwisata berbasis desa. Demikian disampaikan Kepala Dinas Pariwisata Lobar H. Ispan Junaidi, Senin (5/8).

Menurut dia, pariwisata tidak bisa terlalu bergantung dengan wisata bahari. Dan wisatawan pun tidak melulu berwisata di kawasan pantai, karena banyak juga yang tertarik dengan wisata budaya, dan juga wisata alam.

Pengembangan wisata berbasis desa, kata dia sudah mulai digarap sejak 2017 lalu. Menurutnya, Semakin beragamnya destinasi wisata di Lobar diserta popularitas beberapa objek yang terus meningkat menjadi alasan. Karena itu, dengan model pengembangan wisata berbasis potensi desa yang tengah digalakkan.

Pihaknya juga tengah berupaya untuk fokus pada penataan kawasan wisata yang telah ada. Agar semakin menarik minat pengunjung. Hanya saja niatan tersebut terkendala anggaran. ”Anggaran kita terbatas. Tapi perencanaan dan gambaran detail sudah disiapkan,” tambahnya.

Di Kabupaten Lobar sendiri ada begitu banyak Desa yang memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi objek wisata, sebut saja Desa Sesaot, Suranadi, Narmada, Lingsar, Kuripan, Banyu Mulek, Lembar Selatan, dan masih banyak lagi di kawasan Sekotong seperti Desa Pelangan, Batu Putih, Gili Gede Indah, Buwun Mas dan juga Desa Sekotong Barat. ade/poll

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *