Sabtu, 27 Juli, 2024

Penyuluh kopi dari Universitas Warmadewa sedang memberikan pelatihan kepada petani kopi di Bangli, Sabtu (16/7/2022). (foto: M-006)

Penerapan GMP yang belum optimal oleh petani mengakibatkan produksi dan kualitas kopi hasil budiaya di Bali, rendah.

DENPASAR,MENITINI-Penerapan Good Agricultural Practices (GAP) yang belum optimal oleh petani kopi di Bali. Akibatnya, produksi dan kualitas kopi di Bali juga tidak maksimal dan juga masih rendahnya kualitas kopi hasil budidaya di Bali. GAP merupakan panduan cara budidaya yang baik, benar, ramah lingkungan dan aman dikonsumsi.

“Dari seluruh perkebunan kopi yang ada belum seluruhnya budidaya tanaman dilakukan dengan baik dan benar.  Penerapan GAP budidaya  tanaman Kopi dapat meningkatkan capaian produksi dan kualitas produk yang dihasilkan,” kata Akademisi Fakultas Pertanian, Universitas Warmadewa, I Gusti Bagus Udayana, saat di konfirmasi di Denpasar Sabtu (16/7/2022).

Menurut Udayana, peningkatan produksi kopi arabika dapat dicapai dengan strategi intensifikasi melalui optimalisasi penggunaan lahan dan tenaga kerja keluarga yang digunakan serta penerapan GAP, konservasi lahan dan pengendalian hama. Budidaya pada sisi lain juga mesti memperhatikan kondisi sosial-ekonomi dan ekologi guna mendorong pertumbuhan berkelanjutan yang berorientasi pada standar tertentu.

BACA JUGA:  Sebanyak 80 Napi Narkoba di Bali Ikut Upacara Melukat

Ia mengakui, upaya sosialisasi penerapan GAP sudah mulai dilakukan. Salah satunya kepada Kelompok Tani Dharma Kriya, Desa Belantih, Kintamani Bangli. Sosialisasi dilakukan dalam bentuk pengabdian masyarakat bersama anggota tim pengabdian lainnya diantaranya I Gede Pasek Mangku dan I Ketut Selamet.

Secara agroklimat, Kabupaten Bangli sangat sesuai untuk pertumbuhan tanaman kopi arabika. Produksi kopi arabika  tertinggi terdapat di Kabupaten Bangli. Produksi kopi arabika pada tahun 2020 di kabupaten ini mencapai 2.249 Ton (53,68 %) dari total produksi kopi arabika di Provinsi Bali.