Polemik RUU Kesehatan, DPR Soroti Kinerja BPJS

DENPASAR,MENITINI.COM-Rancangan UU Kesehatan yang saat ini sedang dibahas DPR menuai kontroversi masyarakat. Di saat yang sama anggota Komisi IX pun menyoroti kinerja Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang membebani pasien dari segala macam aturan yang sesungguhnya tidak perlu.

Irma Suryani Chaniago Komisi IX dari Fraksi Nasdem mengatakan diperlukan ketegasan dari Kementerian Kesehatan dan BPJS Kesehatan agar pasien tidak boleh dipulangkan sebelum pasien tersebut benar benar sembuh. Memulangkan pasien sebelum sembuh, lanjutnya, melanggar undang-undang. “Pasien harus sembuh baru pulang. Kalau pulang sebelum sembuh melanggar undang-undang,” kata Irma belum lama ini usai rapat di Komisi IX belum lama ini (9/5/2023).

Sementara Dr. Hj. Kurniasih Mufidayati, M.Si Komisi IX DPR RI Fraksi PKS menegaskan, ada beberapa catatan dalam rapat di Komisi IX DPR terkait BPJS Kesehatan. “Ada temuan bahwa ada pasien belum sehat tapi sudah harus dipulangkan. Itu ternyata peraturannya tidak seperti itu. Ini harus diselesaikan dan tidak ada lagi kasus atau kondisi pasien belum boleh pulang tapi dipulangkan karena kuota BPJS yang terbatas. Itu sudah tidak boleh lagi, dan itu sudah kita sepakati,” tegas Kurniasih.

BACA JUGA:  Kementerian Kesehatan Target Tiap Provinsi Miliki Rumah Sakit Utama Layanan Kanker

Hal senada juga dikatakan Abidin Fikri Komisi IX dari Fraksi PDIP Perjuangan. Menurutnya, sebenarnya BPJS itu adalah juru bayar. Lanjutnya, pasien berobat kadang-kadang di beberapa tempat itu sudah diatur bahwa ini hanya tiga saja, itu tidak benar. “Paketnya adalah harus dibiayai sampai sembuh baik dari layanan kesehatan, penggunaan alat, obat dan penyembuhan penyakit itu satu paket. Jadi tidak bisa aturan-aturan yang memberatkan pasien. Orang berobat ke pelayanan kesehatan itu kan ingin sembuh, tidak bisa dibatasi harus satu hari, dua hari,” tegas Abiding Fikri.

Sementara tujuan pemerintah menghadirkan BPJS Kesehatan yakni untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dengan memperluas jangkauan pelayanan kesehatan, tetapi di sisi lain ada aturan yang menghambat.

BACA JUGA:  Pengelolaan RSU Adhyaksa Dialihkan ke Kejaksaan RI

Di Bali misalnya ada rumah sakit yang belum bekerja sama dengan BPJS Kesehatan. “Itu sesuai kebijakan rumah sakit. Dan tentu dari rumah sakit tersebut adalah grup yang punya jaringan rumah sakit. Jadi ada yang melayani BPJS. Tapi ada juga rumah sakit diperuntukan untuk umum,”kata Ketua Persatuan Rumah Sakit (PERSI) Wilayah Bali, Dr I.G.A Ngurah Anom, MARS, saat dihubungi POS BALI, Sabtu (13/5).

Menurutnya, rumah sakit di Bali saat ini ada 75. Dan yang terbanyak rumah sakit swasta. Hampir semua rumah sakit telah melayani BPJS Kesehatan. Hanya empat rumah sakit swasta yang belum bekerja sama dengan BPJS Kesehatan karena memang dibolehkan sesuai peraturan. “Ada empat rumah sakit swasta yang belum bekerja sama dengan BPJS Kesehatan. Namun bila ada kasus emergency RS tersebut wajib menangani dan melayani,” ujarnya sembari meminta wartawan untuk memastikan dan menanyakan ke BPJS Kota Denpasar rumah sakit mana saja yang belum kerja sama.

BACA JUGA:  Jelang Persidangan Jemaat GPM Sumber Kasih, Panitia Gelar Pemeriksaan Kesehatan Gratis 

Dengan kata lain mereka tak diwajibkan bergabung. Alasan lain mengapa RS tidak menjadi fasilitas kesehatan (faskes) yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan karena belum memenuhi syarat. Jadi ada RS yang mencoba untuk bekerja sama tetapi setelah diperiksa tidak memenuhi syarat untuk bekerja sama.

Terkait banyaknya keluhan pasien dan keluarga pasien, belum sembuh atau sudah dipulangkan oleh rumah sakit karena kuota BPJS yang terbatas, ia menjelaskan ada kriteria pasien yang sudah sembuh dari dokter yang merawat. “Kapan pasien sudah membaik kondisinya dan mengarah ke mandiri dalam kesehatan. Saat ini pelayanan kesehatan berfokus pada pasien. Artinya pasien yang ditangani secara kolaboratif dari dokter, perawat. Dan ada juga kasus kasus yang komplek,” ujarnya. (M-003)

  • Editor: Daton