JAKARTA,MENITINI.COM-Menteri Kebudayaan (Menbud) Fadli Zon memastikan bahwa proyek penulisan ulang buku sejarah Indonesia akan didanai sepenuhnya oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dengan alokasi anggaran mencapai Rp9 miliar.
“Anggarannya sudah disiapkan dari APBN. Ini sudah kami sampaikan sejak tujuh bulan lalu, saat saya menghadiri rapat di DPR,” ujar Fadli seperti dikutip RRI, Senin (2/6/2025).
Proyek besar ini melibatkan tim penulis dan editor yang cukup besar, yakni 113 penulis, 20 editor per jilid, serta tiga editor umum. Mereka berasal dari berbagai latar belakang akademik seperti sejarawan, ahli arkeologi, geografi, hingga pakar humaniora Nusantara.
Fadli menyebutkan, proses penulisan buku sejarah ini akan dilanjutkan dengan uji publik pada Juli mendatang. “Setelah penulisan hampir selesai, kami akan menggelar uji publik agar masyarakat luas bisa memberikan masukan,” jelasnya.
Ia juga menekankan bahwa pembaruan buku sejarah ini dilakukan secara inklusif, dengan pendekatan indonesiasentris, yakni berangkat dari sudut pandang bangsa Indonesia sendiri, bukan semata-mata narasi kolonial atau luar negeri.
Pembaruan ini akan mencakup berbagai periode penting dalam perjalanan bangsa, mulai dari era penjajahan, perjuangan kemerdekaan, masa Orde Baru, era Reformasi, hingga dinamika Pemilu dalam era demokrasi modern.
Namun, proyek ini tidak luput dari sorotan publik. Sejumlah kalangan, termasuk Aliansi Keterbukaan Sejarah Indonesia (AKSI), menyoroti potensi penulisan sejarah yang bersifat sepihak. Hal ini juga menjadi perhatian Komisi X DPR RI, yang kemudian memanggil Menbud Fadli Zon dan Wakil Menteri Kebudayaan Giring Ganesha dalam rapat kerja pada Senin (26/5/2025).
Dalam rapat tersebut, DPR meminta Kementerian Kebudayaan untuk memperbaiki pola komunikasi dan meningkatkan sosialisasi mengenai proyek buku sejarah ini. DPR menekankan pentingnya menghindari kesan bahwa buku sejarah tersebut disusun berdasarkan satu penafsiran tunggal dari pemerintah.
“Sejarah adalah milik bersama. Penulisan ulangnya harus transparan dan terbuka terhadap beragam perspektif,” demikian salah satu poin yang ditekankan oleh anggota Komisi X.
Dengan melibatkan berbagai disiplin ilmu dan uji publik, diharapkan buku sejarah Indonesia versi terbaru ini dapat menjadi rujukan yang lebih utuh, berimbang, dan mencerminkan keberagaman narasi dalam perjalanan bangsa.*
- Editor: Daton