Penerapan Extended Producer Responsbility  Pemerintah Daerah  Bisa “Menekan” Produsen 

DENPASAR, MENITINI.COM- Pemerintah Daerah dapat melakukan pendekatan kepada  produsen yang menghasilkan sampah,  karena produsen punya kewajiban untuk menarik dan mendaur ulang sampah kemasannya.

Pengamat lingkungan Dr. Ketu Gede Dharma Putra menegaskan hal itu dalam media gathering yang diseleggarakan  oleh Yayasan Tri Hita Karana, di Hotel Inna Heritage Denpasar, Bali, Rabu, (15/3/2023).

Menurut dia, saat ini sejumlah produsen besar sudah menjalankan Extended Producer Responsibility (EPR) dengan menarik  sampah kemasannya. Namun,  tambah Dharma Putra,  masih banyak  perusahaan atau produsen yang masih abai, padahal hal itu diatur  dalam Undang – Undang pengelolaan sampah no 18 tahun 2008 dan Permen LHK nomor P .75/2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah Oleh Produsen. “Seharusnya, Pemerintah Daerah dapat berkomunikasi  dengan produsen terkait penanganan sampah kemasan mereka.  Pemerintah Daerah bisa juga melakukan pendekatan ke produsen  melalui asosiasi pemerintah daerah,” katanya. 

BACA JUGA:  Presiden Jokowi: Penting untuk Pengelolaan Air Limbah Ramah Lingkungan

Sementara Pejabat Fungsional Dinas Lingkungan dan Kebersihan Kabupaten  Badung, Nengah Sukarta, mengatakan,  pihaknya  terus berupaya mendorong produsen untuk mengelola sampah kemasannya. Beberapa produsen, menurut dia,sudah menerapkan   Extended Producer Responsibility. Ia mengambil contoh Danone yang telah berperan aktif dalam penanganan sampah di wilayahnya. 

Menurut dia, saat ini  Kabupaten Badung memproduksi 383 ton sampah per hari,  sekitar 101, 3 ton tertangani,  sisanya  diangkut ke TPA. Dalam media gathering itu, Yayasan Tri Hita Karana  mengumumkan hasil brand audit sampah kemasan botol plastik, yang merupakan hasil  kerja sama dengan tim peneliti independen dari Jakarta. 

Sementara Ketua Yayasan Tri Hita Karana, Wisnu Wardana, mengatakan, masih ditemukannya banyak  botol PET di TPST Samtaku Jimbaran merupakan kabar baik. Hal itu menunjukkan bahwa sampah PET yang  tak dipungut oleh pemulung atau tak tersalurkan ke Bank  Sampah dan TPS 3R  masih dapat  tertangani.

BACA JUGA:  Kajati Bali: Perlunya Kepekaan Terhadap Kerusakan Lingkungan Akibat Prilaku Koruptif

Semestinya botol  PET sudah diambil oleh pemulung,  tersalur ke Bank sampah atau tersaring  di TPS 3R, karena nilai ekonominya tinggi.  “Jadi kalaupun ada botol PET yang mencemari lingkungan seharusnya  volumenya tidak signifikan. Semakin banyak TPST  dibangun maka akan memperkecil peluang sampah plastik, termasuk  botol PET, yang tak terkelola.  Alangkah baiknya kalau para produsen mensupport collection center dan TPST di berbagai daerah, terutama di Bali,” ujarnya. (M-003)

  • Editor: PIY