Pemilu Indonesia Masih Bicara Isu Primitif; SARA, Ini Pendapat Pengamat Politik

JAKARTA,MENIT INI
Direktur Eksekutif Charta Politika, Totok Yunarto mengatakan, gerakan kerasulan awam perlu terus memperbarui pendidikan dan informasi politik yang aktual karena pemilu kita masih jauh dari proses yang berkualitas. “Di masa kemarin pemilu kita masih bicara mengenai isu paling primitif yaitu SARA,” kata Totok Yunarto di sela sela penutupan Pertemuan Nasional (PERNAS) Kerawam KWI, Jumat, (17/6/ 2022) di Pusat Pastoral Samadi, Jakarta Timur.

Maka, sebelum berbicara mengenai program terbaik buat bangsa, perlunya memastikan isu-isu primitif dalam pemilu harus dieliminir terlebih dahulu. “Di sinilah peran kerasulan awam yang berhubungan langsung dengan rakyat banyak di setiap daerah untuk memberikan pendidikan dan informasi politik yang tepat,”tandasnya

Sementara Ketua Komisi Kerasulan Awam (Kerawam), Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI), Mgr Vincensius Sensi Potokota mengatakan, kerasulan awam didorong agar tanggap dan terlibat aktif dalam karya sosial-politik yang menginspirasi dan menghadirkan gereja di tengah masyarakat luas. Terutama, tatkala negara bersiap menyongsong momentum penting.

BACA JUGA:  Presiden Jokowi Takziah ke Rumah Duka Almarhumah Mooryati Soedibyo

“Kerasulan awam harus bergerak, menginspirasi, terlibat langsung di tengah kehidupan umat,” ujar Uskup Agung Ende ini. “Salah satu tugas kerasulan ini adalah menghadirkan gereja dalam bidang sosial politik kepada umat,”ucapnya menegaskan.

Pertemuan Nasional menghadirkan pemimpin Komisi Kerasulan Awam dari 37 keuskupan, di 34 provinsi di seluruh Indonesia. Turut hadir Forum Masyarakat Katolik Indonesia (FMKI), perwakilan Yayasan Bhumiksara, serta perwakilan sejumlah ormas Katolik seperti, Pemuda Katolik (PK), Ikatan Sarjana Katolik Indonesia (ISKA), Wanita Katolik Republik Indonesia (WKRI), Vox Point.

Pertemuan yang berlangsung selama tiga hari (14 – 17 Juni) merupakan salah satu upaya gereja menghadirkan dukungan pada upaya negara menjaga Pancasila, Undang-Undang Dasar 45 serta keutuhan bangsa dan negara dari segala bentuk intoleransi dan radikalisme – melalui gerakan kerasulan awam,

BACA JUGA:  KBA News Bantah Soal Buletin Digital Kapolri, Mengaku Medianya di Catut

Sementara Ketua KWI, Mgr Ignatius Kardinal Suharyo menekankan pentingnya karya dan gerakan kerasulan awam. “Kita tidak sekadar menjalankan tugas dengan motivasi tapi juga dengan inspirasi iman” ujarnya.

Inspirasi, menurut Kardinal Suharyo, merupakan fundamen bagi manusia untuk ke luar dari zona nyaman, aktif bergerak, tanggap dan terlibat melalui keahlian serta profesinya masing-masing.

Dengan demikian, gerakan kerasulan awam, dapat membantu lingkungan yang menjunjung humanitas dalam kehidupan berbangsa dan semesta. Termasuk di bidang sosial, politik.

Kardinal Suharya juga menyinggung pentingnya karya kerasulan awam dari hulu ke hilir, dari membaca konteks sosial melalui analisis hingga bermuara pada gerakan nyata dalam menanggapi momentum sosial politik yang menjamin demokrasi dan keadilan. “Allah menyampaikan kehendakNya lewat realitas sosial-politik yang tidak begitu saja mampu kita terima dan pahami. Maka perlu kesempatan seperti PERNAS untuk membaca situasi bersama-sama,” Suharyo menambahkan.

BACA JUGA:  Polri Buka Penerimaan Anggota Baru, Ini Syarat Pendaftarannya!

Pertemuan Nasional ini mengusung tema “Umat Katolik Tanggap dan Terlibat”, menghadirkan juga pemimpin Komisi Kerawam KWI dari lima regio (wilayah): Sumatera, Kalimantan, MAMS (Manado, Ambon, Makasar), Nusra (NTT, NTB, Bali), Papua, dan Jawa.

Terkait salah satu tugas utama Komisi Kerawam KWI yang menghadirkan gereja dalam bidang sosial-politik, maka ada dua agenda utama PERNAS 2022.

Pertama, membaca peta ekosistem sosial politik dalam dua tahun ke depan menjelang Pemilu 2024 dan potensi polarisasi politik identitas. Kedua, melihat situasi riil terkini gerakan radikalisme dan intoleransi yang mengancam diversitas kehidupan umat lintas iman. M-003