Pemilik Lahan Kecewa Dibayar Rp1.1M, Pembebasan Lahan  Menuju Akses Utama KTT G20

BADUNG -MENITINI-Pada prinsipnya, warga pemilik lahan di Jalan Terompong Peminge, Nusa Dua merelakan lahan  mereka dibebaskan terkait pelebaran akses jalan menuju venue utama KTT G20. Namun warga pemilik lahan kecewa karena sejumlah permintaan tidak diakomodir pemerintah. Termasuk pembayaran ganti rugi Rp1,1Miliar yang tak mereka duga sebelumnya

Salah satu pemilik lahan, I Komang Suardika mengatakan,  sebagai warga negara yang taat, pihaknya tetap mendukung penuh program pemerintah demi melancarkan KTT G20. Namun, dia mengaku kalau dirinya dan keluarga besar sangat kecewa.

Kekecewaan ini dilatarbelakangi adanya sejumlah permintaan yang tidak diakomodir. “Jadi ganti rugi yang diberikan pemerintah itu hanya tanah dan bangunan yang terkena dampak langsung penggusuran saja,” katanya di lokasi, Selasa (2/8) siang.

BACA JUGA:  Uskup Denpasar Lantik Profesional dan Usahawan Katolik  

Menurutnya, lahan yang terkena pelebaran akses jalan bagi delegasi KTT G20 itu berupa lahan seluas 35 meter dan bangunan yang terkena penggusuran. Namun, Tim Apraisal yang melakukan penilaian tidak menghitung dampak lainnya yang ditimbulkan.

Padahal, ia bersama keluarga besar sudah membuat RAB sesuai perhitungan dampak lain yang ditimbulkan dari pelebaran itu.   “Untuk lahan dan bangunan yang terkena dampak langsung itu diberikan ganti rugi Rp 1 miliar lebih (Rp 1.120.000.000). Namun, ini tidak sesuai dengan RAB kita yang mengakumulasi seluruh dampak yakni sebesar Rp 6 miliar,” katanya lagi

Dia melanjutkan, yang tidak masuk dalam penilaian Tim Apraisal ada tiga hal. Pertama dampak rumah yang terkena, kedua bangunan atau tatanan rumah berubah. Ketiga, ganti rugi warung milik keluarga. Di mana, warung yang dijadikan salah satu mata pencarian tidak dihitung. Atas hal itulah, pihaknya mengaku kalau tim dari Apraisal dan Pemerintah Daerah tidak mendengar keluhan itu.

BACA JUGA:  Sekda Badung Hadiri Gerakan Pangan Murah di Desa Bongkasa Pertiwi

“Nilai yang kami usulkan sebesar Rp 6 miliar, termasuk biaya upacara dan dampak yang dihasilkan. Tapi, kenyataan penilaian Apraisal yang diambil sebagai dasar. Inilah yang bikin kami kecewa dan sangat sayangkan sikap itu,” keluh Suardika.

Ia menambahkan, pemerintah Kabupaten Badung kurang peka dan melaksanakan pendekatan kepada warga. Sebab janji pemerintah untuk mengganti untung lahan warga tersebut justru berakhir ganti buntung.

Dari komunikasi awal, pihaknya sudah berulang kali menyampaikan masukan  terkait dampak yang dialami warga. Namun hal itu seolah kurang direspon, sehingga ia merasa dirugikan.  “Beberapa kali kami menyampaikan masukan kepada Sekda, Camat, lurah, maupun dinas terkait. Kami juga sudah membuat RAB terkait apa yang diperlukan, tapi itu seolah tidak didengar. Sangat banyak usulan tidak terealisasi, sehingga banyak kerugian yang kami terima,” ujarnya.