DENPASAR, Istilah gastronomi kini semakin sering muncul dalam agenda pariwisata Indonesia. Bukan sekadar soal makanan, gastronomi dipahami sebagai seni yang menghubungkan kuliner dengan budaya, sejarah, hingga cara hidup masyarakat.
Menurut KBBI, gastronomi adalah seni menyiapkan hidangan yang lezat. Namun, maknanya berkembang lebih luas, mencakup aspek sosial, budaya, dan antropologi makanan. Secara sederhana, gastronomi juga dapat dimaknai sebagai kebiasaan makan masyarakat suatu daerah yang lekat dengan budayanya.
Organisasi Pariwisata Dunia (UNWTO) menjelaskan, wisata gastronomi berbeda dengan wisata kuliner biasa. Jika kuliner lebih menekankan pada mencicipi makanan, wisata gastronomi memberikan pengalaman yang lebih mendalam, termasuk memahami sejarah, cara penyajian, hingga kisah di balik lahirnya suatu hidangan.
Indonesia dinilai memiliki potensi besar dalam mengembangkan wisata gastronomi. Dari Sabang sampai Merauke, ribuan kuliner tradisional tersimpan dengan cerita dan nilai budaya masing-masing. Beberapa di antaranya bahkan sudah mendunia, seperti rendang dan tempe yang diakui UNESCO sebagai Warisan Budaya Tak Benda.
Sejarah gastronomi Nusantara juga cukup panjang. Tokoh emansipasi wanita RA Kartini tercatat mengoleksi lebih dari 200 resep masakan khas keluarga. Selain itu, seorang nyonya Belanda pecinta masak pernah menerbitkan buku berisi 1.381 resep ketika tinggal di Indonesia. Bahkan, pada tahun 1967, Presiden Soekarno menerbitkan buku Mustika Rasa yang memuat 1.685 resep lengkap dengan informasi bahan pangan, teknik pengolahan, hingga cara penyajiannya.
Dengan kekayaan warisan kuliner tersebut, Indonesia diyakini mampu menjadikan gastronomi sebagai daya tarik wisata unggulan. Namun, pelestarian kuliner Nusantara memerlukan dukungan semua pihak agar cita rasa dan nilai budaya yang terkandung di dalamnya tidak hilang ditelan zaman.
(Sumber: Kemenpar)
- Editor: Daton









