Kejahatan Ada di Sekitar Kita, dan PR Kapolda Bali

Agustinus Apollonaris K. Daton

Orang yang frustrasi bisa melakukan kompensasi dengan jalan agresi, kekerasan, dan kejahatan,” Teori Frustrasi Agresi Klasik – Dollar dan Miller

Tindakan kriminal setiap hari terjadi di setiap sudut Pulau Bali, tak hanya di Kota Denpasar sebagai daerah padat urban, di tujuh daerah lain, berita kriminal sudah menjadi makanan sehari-hari warga kota dan desa.

Meski demikian peristiwa pembunuhan Desa Songan Bangli 18 Desember lalu dan pembunuhan diduga dengan motif perampokan terhadap pegawai Bank Mandiri Ni Putu Widiastuti Jalan Kertanegara Gang Widura Ubung 28 Desember menggoreskan hati kita. Tak hanya keluarga besar korban berduka. Kita pun turut berduka atas tragedi itu. 

Pembunuhan di Jalan Kertanegara, Gang Widura Kelurahan Ubung, Kota Denpasar takbisa dihindari memberi dampak psikologi signifikan bagi masyarakat.  Muncul rasa tidak nyaman, ngeri, takut, dan was was. Rangkaian pembunuhan dan perampokan yang terjadi dalam beberapa bulan terakhir ini semacam membatasi ruang gerak masyarakat dalam kehidupan sosial.

Kehidupan dengan ciri khas kekerabatan, persaudaraan dan keakraban  budaya timur renggang karena kewaspadaan berlebihan tiap insan atau saling curiga. Tindakan kriminal dan rasa takut terhadap kriminalitas merupakan faktor negatif yang mempengaruhi kehidupan dan pembangunan sosial.

BACA JUGA:  Wakil Jaksa Agung Dr. Sunarta: Fungsi Pertimbangan Hukum oleh JAM DATUN Mendukung Upaya Pemerintah Sukseskan Pembangunan Nasional

Polisi dituntut segera menuntaskan penyelidikan dan menangkap pelaku. Keterusikan rasa aman masyarakat relatif terobati manakala pelaku ditangkap dan modusnya terbongkar. Selain dari sisi hukum, tatanan sosial warga kota dan desain pembangunan kota pun patut dibenahi guna menangkal tindak kriminal semacam yang terjadi.

Kejahatan, suatu yang normal di dalam masyarakat. Namun demikian manusia punya akal budi mencegah. Salah satunya adalah dengan mendesain lingkungan untuk mencegah kriminalitas. Dua faktor penting yang mempengaruhi tindakan kriminalitas adalah keadaan lingkungan dan keadaan internal organisasi/komunitas kriminal yang saling mempengaruhi satu sama lain. Tindakan  kriminal datang tidak hanya dari niat atau motif pelaku melainkan juga karena ada kesempatan yang biasanya dipengaruhi kondisi lingkungan.

Ilmu pengetahuan sudah sedemikian maju. Istilah seperti Crime Prevention Through Enviromental Design ( teknik mengurangi atau menghilangkan rasa takut dan kejahatandengan pengawasan lingkungan) sudah ada hampir setengah abad lalu. Para pemikir dan pakar perkotaan sudah mengembangkan penataan kota dengan desain mencegah kriminalitas, desain kota yang memungkinkan adanya pengawasan alamiah. 

Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabagpenum) Polri Kombes Asep Adi Saputra mengatakan, peningkatan angka kejahatan selama masa pandemi corona sekitar 11,8 persen.

BACA JUGA:  Satu Personel Satgas Damai Cartenz Gugur Ditembak KKB

Kriminolog Universitas Indonesia (UI) Reza Indragiri dalam diskusi di televisi dalam suatu kesempatan mengatakan, keterbatasan gerak masyarakat banyak yang tak bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari akibat pandemi Covid-19 menjadi salah satu penyebab orang berbuat kriminal.  Rasa frustasi itulah memicu seseorang untuk melakukan tindak kekerasan dan kejahatan.Teori Frustrasi Agresi Klasik  “Orang yang frustrasi bisa melakukan kompensasi dengan jalan agresi, kekerasan, dan kejahatan,” (Dollard dan Miller) pakar psikologi

Dampak Covid-19 berimbas pada semua aspek kehidupan masyarakat. Mulai pengangguran, peningkatan angka kemiskinan, hingga kejahatan. Imbas pandemi corona bukan hanya terjadi di Indonesia, namun juga di sejumlah negara. Bukan cuma kejahatan, corona juga bisa berpotensi menimbulkan kerusuhan.  Oleh karena itu pemerintah,  agar tak hanya bekerja keras, namun juga harus cerdas mengatasi hal ini.

Penegakan hukum,pemberantasan narkoba dan  pencegahan tindakan kriminal di era modern, tuntutan masyarakat terhadap kinerja polisi makin tinggi. Tidak hanya professional, modern dan terpercaya (promoter), tapi lebih dari itu, rendah hati dan membangun komunikasi egaliter dengan masyarakat, tanpa ada kekerasan dan represif.  Bila berhadapan dengan masyarakat polisi memakai pendekatan humanis.

BACA JUGA:  Pejabat Flotim JM Aniaya Pelajar Pakai Senjata Tajam, Begini Kronologisnya

Hal ini seiring dinamika masyarakat yang makin terbuka, kritis, dan egaliter, yang tak hanya menuntut kehadiran polisi di tengah masyarakat saat diperlukan, tapi juga mengharapkan profesionalitas polri sebagai pemelihara kamtibmas, penegak hukum, pengayom dan pelayan masyarakat yang berintegritas, serta mampu menyelesaikan permasalahan masyarakat secara cermat dan tepat.

Kepercayaan masyarakat akan tumbuh dan terpelihara, manakala kinerja aparat polisi dalam keseharian dekat dengan masyarakat. Apalagi penegakan hukum, faktanya hanya sebagian kecil dari total kerja polisi.

Langkah Kapolri Idham Aziz menempatkan Irjen Pol. Putu Jayan Danu Putra sebagai Kapolda Bali bulan Nopember 2020 lalu dinilai positif dan diharapkan melakukan perubahan dan menyelesaikan pekerjaan rumah (PR); penghapusan pungutan liar, pemberantasan judi tajen, pembenahan internal, memberantas peredaran narkoba,  dan penegakan disiplin protokol kesehatan Covid-19.  Premanisme atau perkelahian antar geng dan ormas “senyap” tiga tahun berlakangan. Boleh disebut nyaris tak terdengar dalam skala besar.

Dan yang tak kalah penting, Kapolda Bali diminta mengkaji keberadaan barakuda atau kendaraan taktis (rantis) Polda Bali yang sudah 3,5 tahun dipasang di Jalan Teuku Umar Denpasar, tepatnya di gerbang Akasaka Music Club **

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *