Keamanan Penyebrangan dan Pelayaran, Kapal Pengangkut Limbah B3 Terpisah dengan Kapal Penumpang

DENPASAR,MENITINI Otoritas pelabuhan penyeberangan mewajibkan pengangkutan limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) memakai kapal khusus, yang terpisah dengan penumpang reguler. Intinya kapal pengangkut limbah B3 (transpoter) tak boleh campur dengan kapal penumpang.

Hal tersebut sejalan dengan Peraturan Menteri Perhubungan RI No PM 103 tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Penyeberangan. Di Peraturan Menteri itu menyatakan, kapal yang mengangkut kendaraan bermuatan barang berbahaya tidak boleh bercampur dengan kapal yang mengangkut penumpang. Hal ini untuk menjaga keamanan dan kenyamanan selama penyebrangan di laut.

Demikian Kepala Seksi Angkutan Penyeberangan Direktorat Transportasi Sungai Danau dan Penyebrangan (TSDP), Eko Indra Yanto, saat memaparkan materi “Sosialisasi Tata Cara dan Administrasi Pengangkutan Bahan Berbahaya Beracun (B3)” pada Pelabuhan Penyeberangan di San Quest Hotel Denpasar akhir Agustus lalu (30/8).

Menurutnya, persyaratan kapal pengangkut limbah B3 harus dilengkapi daftar jenis muatan (manifest) penandaan (marking), penamaan (labelling) dan penempatan (storage). “Jadi harus ada pemisahan antara angkutan reguler, dengan angkutan limbah B3. Bukan saya yang memerintahkan. Tapi aturannya demikian. Jika dicampur, efek atas resiko kapal pengangkut banyak sekali,” katanya sembari menjelaskan armada yang mengangkut bahan berbahaya itu, ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi, sesuai aturan yang berlaku.

BACA JUGA:  Terbukti Pungli, Korsatpel Dwi Jati Divonis Tujuh Tahun Penjara

Lanjutnya, kebijakan dengan menggunakan kapal khusus, mulai diberlakukan per tanggal 1 September 2021, setelah dilakukan sosialisasi tata cara dan administrasi pengangkutan B3 pada Pelabuhan Penyeberangan tersebut.

Selain itu Undang-Undang No 17 tahun 2008 tentang Pelayaran disebutkan, Syahbandar bertugas melakukan pengawasan bongkar muat barang berbahaya dan operator kapal wajib lapor ke Syahbandar, sebelum kapal pengangkut  barang berbahaya tiba, serta operator pelabuhan wajib menyediakan tempat penyimpanan atau penumpukan barang berbahaya dan menjamin keselamatan dan kelancaran arus lalu lintas barang di pelabuhan. “Membawa masuk muatan berbahaya ke area pelabuhan tidak dibenarkan tanpa persetujuan Syahbandar, ” tegasnya.

Kepala Seksi TSDP BPTD Wilayah XII, Dharmawanto, ST, MT mengatakan kegiatan sosialisasi penting dilakukan, karena,belum ada standarisasi yang menjadi acuan  Syahbandar, Operator Kapal dan Operator Pelabuhan, untuk pengurusan dan penanganan barang berbahaya lewat penyebrangan.

BACA JUGA:  Calon Wirausaha Muda Badung Diberi Pelatihan

Hal senada dipaparkaan Kasubdit GAKKUM Ditpolairud Polda Bali, Gusti Nyoman Sudarsana.  Dalam pemaparan dengan materi “Penegakan Hukum Pengangkutan B3 di Pelabuhan Penyeberangan”.

Ia menjelaskan, tupoksi Ditpolairud, sesuai Perpol Nomor 14 tahun 2018 tentang SOTK Polda Lampiran XXIII yang menyebutkan Ditpolairud Polda Bali bertugas menyelenggarakan fungsi Kepolisian Perairan dan Kepolisian Udara mencakup penegakan hukum, patroli, fasilitas pemeliharaan serta perbaikan kapal dan pesawat udara. “Terkait pengangkutan limbah B3 dan tata cara penanganan muatan khusus dan muatan berbahaya di kapal penyeberangan, diatur sesuai Undang-Undang RI No.17 tahun 2008 tentang Pelayaran,”ujarnya

Sementara, Kabid Pelayaran Dishub Prov Bali, Gede Ari, menjelaskan tata cara administrasi pengangkutan B3, seperti persyaratan Kapal yang digunakan untuk mengangkut B3, yang tidak boleh bercampur dengan penumpang. “Ada sanksi hukum, jika pelaku angkutan B3 tidak mematuhi ketentuan. Kita belum/tidak masuk ke permasalahan biaya, karena itu, ranahnya Business to Business (B2B) antara transporter B3 dan Operator Kapal. Apabila memang ada ekses yang timbul, nanti bisa didiskusikan kembali,” kata  Gede Ari.

BACA JUGA:  KMP Agung Samudra XVIII Kandas di Selat Bali

Namun, prinsipnya, pihaknya mengharapkan kegiatan pengangkutan limbah B3 di pelabuhan penyeberangan, sesuai dengan regulasi yang telah ditetapkan. Kegiatan sosialisasi sebagai ini momentum tepat, terutama bagi para transporter limbah B3, agar ada standarisasi terkait SOP pengangkutan limbah B3.  “Terus terang saja, masalah ini ada di Bali.  Nama besar Bali dipertaruhkan dalam pengelolaan pembuangan sampah limbah B3. Harus juga dipikirkan dampak terhadap lingkungan. Disini, perlu ada Sinergitas satu dengan lainnya,” kata Gede Ari.poll

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *