Kalau Ada Halal, Ada Haram

WAKIL Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) Josef Nae Soi mengingatkan orang luar NTT jangan membuat dikotomi halal dan haram di wilayahnya.  “Orang pusat kalau mau datang ke NTT harus melalui gubernur atau wakil gubernur, kalau tidak, kami akan usir,” tegas Josef kepada wartawan di Kupang, 14 Mei 2019 terkait munculnya  wisata halal di Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat.

Wagub menegaskan menegaskan, ia dan Gubernur Viktor Laiskodat akan mengusir orang luar yang membawa label halal ke wilayahnya. Langkah itu merupakan bagian kebijakan pemerintah daerah untuk melindungi usaha warganya yang selama ini sudah berjalan dengan baik. “Ajudan saya saja beragama muslim dan tidak ada masalah. Dia ke rumah saya, kami siapkan makanan khusus buatnya, tapi tidak tertulis halal maupun haram. Ini tentu akan menyinggung perasaaan sehingga tidak usah,” kata Josef.

Wacana tersebut dilontarkan Kementerian Pariwisata, Badan Otorita Pariwisata (BOP), dan sejumlah dinas di Manggarai Barat pada 30 April 2019.

Menurut Josef, di Indonesia ada toleransi dogmatis yang mana keyakinan pribadi tidak bisa diganggu gugat oleh siapa pun. Begitu berhadapan dengan orang lain, lahirlah apa yang dinamakan toleransi sivilius.

Label tersebut, menurut Josef, bakal merusak toleransi di NTT. Padahal suasana kehidupan di NTT sudah serasi, seimbang, dan selaras. “Sederhana saja. Kalau halal, berarti ada haram. Jangan bikin dikotomi yang enggak-enggak di NTT ini,” tegasnya.

Sikap Pemprov NTT didukung Keuskupan Ruteng Manggarai Flores NTT. Pihak gereja menolak keras wacana pariwisata halal di Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, oleh BOP. Pernyataan Gereja Keuskupan Ruteng itu diterima redaksi media ini, Senin (6/5) melalui surat keuskupan Ruteng bernomor Nr.:174/I.1//V/ 2019, perihal penolakan wisata halal di Labuan Bajo, Flores, NTT.

Surat tersebut ditujukan ke Direktur BOP Labuan Bajo Flores, Shana Fatina. Dengan tembusan ke Kementerian Pariwisata di Jakarta, Gubernur NTT, dan Bupati Manggarai Barat. Label halal menurut Keuskupan Roteng, tidak menghormati kebhinekaan yang menjadi roh dasar negara, Pancasila poll

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *