Internet Memang Lebih Pintar dari Guru, Belajar Tanpa Didampingi Pendidik Jauh Lebih Sulit

DENPASAR, MENITINI 
Dunia pendidikan di Indonesia mengalami tantangan luar biasa dan cukup berat. Karena selama dua tahun dilanda pandemi Covid-19, terjadi penurunan kualitas pendidikan. Hal ini dipicu siswa belajar dari rumah secara dalam jaringan (daring) untuk mencegah paparan virus corona.

Di sisi lain, siswa yang belajar secara daring tidak fokus. Karena belajar di rumah tidak ada rentan waktu. Bahkan orang tua siswa kesulitan melakukan pendampingan. Mengingat kebanyakan dari mereka bukan berasal dari tenaga pendidik. “Kendatipun di dalam internet itu jauh lebih pintar dari guru di sekolah, namun belajar tanpa didampingi itu jauh lebih sulit. Salah satunya dalam upaya membentuk karakter siswa itu sendiri,” kata Rektor Universitas PGRI Mahadewa Indonesia, I Made Suarta di Denpasar, Jumat (6/5/2022) kemarin. 

BACA JUGA:  Dituntut 6 Tahun Penjara, Mantan Rektor Unud Prof. Gde Antara Bebas

Menurutnya, adanya kebijakan belajar secara langsung di sekolah, khususnya di Bali sejak awal April 2022, ini menjadi angin segar bagi generasi penerus bangsa. “Ini cukup bagus dan ditunggu para orang tua siswa,” ujarnya.

Ia menambahkan, pelajaran tatap muka (PTM) di samping mendapat pengetahuan secara langsung dari guru, maka lebih mudah berkomunikasi, memudahkan transfer value, dan juga transfer knowledge-nya.

Karena, lanjutnya seorang guru tidak hanya memberikan pengetahuan saja. Akan tetapi juga mendidik karakter siswa menjadi lebih baik. Di sinilah pendidikan karakter itu akan berjalan, karena guru-guru bersentuhan langsung dengan siswa. “Dalam mendidik dan mentransfer ilmu secara langsung ini, maka akan menghilangkan kesan bahwa siswa itu dijadikan ‘manusia robot’. Namun mencetak generasi penerus bangsa yang cerdas, pintar, dan beretika,” ujarnya.

BACA JUGA:  Dituntut 6 Tahun Penjara, Mantan Rektor Unud Prof. Gde Antara Bebas

Dijelaskan, yang pintar belum tentu beretika, sehingga memunculkan intoleransi. Apalagi pengaruh global yang sangat kompleks. Ini dikhawatirkan akan menimbulkan degradasi bangsa.

Dia menegaskan, bangsa ini menginginkan generasi penerus yang cerdas, pintar, dan beretika. Ini sejalan dengan kearifan lokal Bali, Tat Wam Asi. Punya rasa. Aku adalah engkau. Kalau aku seujung kelingking saja terluka, maka sekujur tubuh ini akan merasakan.

Selain itu, lanjut dia, bingkai Tri Hita Karana, yakni hubungan baik dengan Tuhan, sesama dan alam, akan membuat kita takut melakukan perbuatan yang bukan-bukan, yang tidak baik. “Memperingati Hari Pendidikan Nasional pada tanggal 2 Mei 2022 dengan tema ‘Pimpin Pemulihan Bergerak untuk Merdeka Belajar’, maka pendidikan di Indonesia harus bangkit, harus maju mengejar ketertinggalan berbasis merdeka belajar kampus merdeka,” tandasnya. M-003

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *