DNA YENNY Pemimpin Bangsa

DENPASAR, MENITINI MEMANG NARASI ini terkesan memuja, atau penulis ingin bikin sensasi dan “carmuk”. Silakan tafsir.

Namun ini narasi tulus menyambut Hari Jadi Mbak Yenny ke 47 tahun, 29 Oktober nanti

Saya sendiri tak mengenal Mbak Yenny. Tapi sering melihat, mendengar dan membaca kiprah mantan koresponden The Sydney Morning Herald dan The Age (Melbourne).

Memasang dan menarasikan sosok isteri Dhohir Farisi di jendela saya bukan tanpa alasan.

Begini ceritanya. Beberapa waktu lalu, tepatnya Selasa (6/10) di sebuah city hotel di Denpasar (tempat nginap sementara) terlintas pesan di aplikasi gadget, kasus viral di medsos Pace Natalius Pigai yang dituding rasis terhadap Gubernur Ganjar dan Presiden Jokowi.

Ketika buka aplikasi itu ada diskusi seru menghadirkan Pace Natalius sebagai narsum dan dua pendukung Jokowi. Di ujung telp ada Mbak Yenny diminta pendapat oleh moderator tentang pernyataan bekas komisioner HAM.

Terus terang, saya terpukau. Jawabannya cerdas. Mbak Yenny menarasikan dengan baik dan memakai gramatika bahasa yang mudah dimengerti, sistematis. Sesekali ia melempar senyum manisnya melengkapi jawabannya yang paripurna. Ia menyapa Natalius dengan Kaka Pigai.

BACA JUGA:  Kartini, Sarinah dan Srikandi Adhyaksa

Lebih dari itu, putri sulung Gus Dur ini memberi pernyataan yang tak melukai, di tengah dua narsum yang sejak awal sudah menyudutkan Pigai.

“Cara beliau mengekspresikan kekesalannya itu membuat kesalahan baru dan berakibat, berdampak pada masyarakat Papua sendiri,” begitulah Mbak Yenny menyampaikan pendapatnya. Elegan. Memukul tapi tak sakit.

Direktur Wahid Institute ini menilai cuitan kontroversi Pace Natalius Pigai lebih kental unsur politisnya. Selain itu, ia mengatakan cara Pigai meluapkan kekesalannya malah berdampak buat masyarakat Papua.

“Kalau kita hanya membaca secara simplistik saja apa yang disebutkan Kaka Pigai jelas itu salah. Rasisme kepada siapa pun itu tidak dibenarkan,” kata Mbak Yenny lagi.

Ia menegaskan, sikap rasisme kepada orang Papua, Jawa, Sulawesi atau Sumatera adalah hal yang salah, tidak bisa diterima di Indonesia.

Perempuan bernama lengkap Zannuba Ariffah Chafsoh, kelahiran 29 Oktober 1974 menurut saya sosok pemimpin Indonesia masa depan. DNA pemimpin mengalir dan melekat dalam dirinya.

BACA JUGA:  Jaksa Agung ST Burhanuddin: Hari Keagamaan Jatuh Bersamaan Menjadi Momentumuntuk Memperkuat Toleransi Antar Agama

Ia terlahir dalam lingkungan keluarga NU. Pola pikirnya pun tak jauh dengan ayahnya yang lebih mengedepankan Islam yang moderat. Ia menghargai pluralisme, pembawa kesejukan dan damai.

Meskipun mendapatkan gelar sarjana desain dan komunikasi visual dari Universitas Trisakti, tapi ia memilih jadi wartawan.

Pada tahun 1997 dan 1999 Yenny aktif menjadi koresponden koran terbitan Australia, The Sydney Morning Herald dan The Age (Melbourne). Ia bertugas sebagai responden di Timor-Timur dan Aceh.

Ada cerita katanya, Mbak Yenny reporter tangguh dan tahan banting saat meliput di dua daerah konflik tersebut.  

Ia sempat balik ke Jakarta setelah mendapat perlakuan kasar dari milisi, namun seminggu kemudian ia kembali ke sana. Liputannya mengenai Timor Timur pasca referendum mendapatkan anugerah Walkley Award.

Belum lama menekuni pekerjaannya, ia berhenti karena ayahnya, Gus Dur, terpilih jadi presiden RI ke-4. Sejak itu, kemanapun Gus Dur pergi, Yenny berusaha mendampingi ayahnya, dengan posisi Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Politik.

BACA JUGA:  Wakil Jaksa Agung Dr. Sunarta: Fungsi Pertimbangan Hukum oleh JAM DATUN Mendukung Upaya Pemerintah Sukseskan Pembangunan Nasional

Mbak Yenny, adalah aktivis Islam dan politisi Indonesia.

Sejak Januari 2020, ia menjabat sebagai Komisaris Garuda Indonesia. Namun Jumat 13 Agustus 2021 ia mengundurkan diri dengan alasan untuk mengurangi biaya yang dikeluarkan Garuda. “Saya memutuskan untuk mengundurkan diri dari posisi Komisaris Independen. Semoga langkah kecil ini membawa manfaat bagi perusahaan, agar lebih bisa cost efficient,” tulis Yenny di akun instagram pribadi, Jumat (13/8/2021).

Di tengah maraknya baliho, bilboard para politisi nasional dan ketua partai memasang wajah dengan sejumlah tag line, sepertinya Mbak Yenny tak tertarik atau memang tak mau. Entah kenapa? Hanya ia sendiri yang tahu.

Mengunci tulisan ini saya mengutip pernyataan Presiden Amerika Serikat ke 3, Pencetus Deklarasi Kemerdekaan dan Bapak Pendiri AS, Thomas Jefferson. “Anda Ingin Mengetahui Siapa Diri Anda? Jangan Bertanya. Beraksilah!”

SELAMAT ULANG TAHUN ke 47 Mbak Yenny Wahid.

DENPASAR,
CIUNGWANARA
RABU, 27 OKTOBER 2021

Agustinus Apollonaris Daton
Jurnalis Bali,

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *