JAKARTA, MENITINI.COM Diskusi internasional menjadi bagian dari rangkaian peringatan bulan Pengurangan Resiko Bencana (PRB) yang diselenggarakan tahun ini. Topik yang diangkat, pendekatan terhadap potensi multibahaya di tengah pandemi Covid-19.
Topik tersebut menjadi isu bersama tidak hanya di Indonesia tetapi juga di dunia karena penyebaran virus SARS-CoV-2 masih terus menginfeksi sejumlah populasi di dunia. Di saat yang sama potensi bahaya geologi dan hidrometeorologi dapat saja terjadi sehingga masyarakat menjadi lebih rentan terhadap ancaman bahaya.
Salah satu sintesis diskusi menyebutkan, perlu peningkatan kapasitas individu dan komunitas melalui pemberdayaan masyarakat serta pendidikan tentang bahaya, seperti informasi mengenai Covid-19.
Hal ini disampaikan Manajer Program WHO South East Asia Regional Office, Nilesh Buddha pada diskusi internasional virtual, Senin (12/10/2020), penguatan kesiapsiagaan di wilayah yang dengan resiko tinggi dan pelibatan komunitas dan bekerja sama dengan masyarakat sipil.
Menurutnya, penyebaran Covid-19 dengan sangat mudah dapat menjadikan kerentanan lebih tinggi pada saat suatu populasi terdampak bencana. “Protokol manajemen krisis Covid-19 dan bencana alam menjadi upaya yang harus dipastikan, seperti menjaga jarak, pemeriksaan suhu tubuh, pembuatan database pelacakan penyintas atau pengujian setelah evakuasi. Kesiapsiagaan sangat penting untuk dimulai dari individu, keluarga dan komunitas,”kata Nilesh Budda
Belajar dari pengalaman Filipina, Peneliti dari Universitas De La Salle Marlon de Luna Era mengatakan, konteks di negaranya, kurangnya tempat evakuasi akan berdampak pada kesiapsiagaandan dan respons di masa depan. “Peringatan dini sangat dibutuhkan dalam menyikapi kondisi yang dapat menuju kerentanan tinggi, khususnya dengan adanya Covid-19,”ujarnya.
Peringatan dini tersebut dibutuhkan masyarakat dalam mempersiapkan diri dalam melakukan evakuasi. Terkait pandemi global Covid-19, pendekatan holistik dibutuhkan yang terintegrasi dalam siklus dan setiap fase penangulangan bencana.
Sedangkan perwakilan Badan PBB untuk Pengurangan Resiko Bencana wilayah Asia-Pasifik Animesh Kumar, resiko dapat terjadi secara simultan atau saling berkaitan.
Sementara itu, beberapa narasumber menekankan pada tata kelola pengurangan risiko bencana dengan pelibatan berbagai pihak, seperti berkoordinasi dan dukungan ilmu pengetahuan. Pelibatan pihak tersebut baik dilakukan di tingkat lokal, nasional, regional hingga internasional.
Dalam konteks Indonesia, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) selalu mendorong keterlibatan dan sinergi pentaheliks dalam menghadapi bencana. Pentaheliks tersebut terdiri atas pemerintah, akademisi atau pakar, lembaga usaha, masyarakat dan media massa.
Peringatan Bulan PRB pada tahun ini, BNPB mengangkat tema utama ‘Daerah Punya Aksi dalam Pengurangan Resiko Bencana.’ Pada sesi diskusi internasional yang berlangsung secara virtual, menghadirkan pembicara utama Prof. Dwikorita Karnawati, moderator Harkunti P. Rahayu, Ph.D dan Riyanti Djalante, Ph.D. Dan sejumlah narasumber lain dari beberapa negara, yaitu Dr. Nilesh Buddha, David Coetzee, Necephor Mghendi, Prof. Taro Arikawa, Animesh Kumar, Prof. Dilanti Amaratunga, Dr. Marlon de Luna Era dan Prof. Ruben Paul Borg. poll