Bali Perlu Skema Penanganan Sampah Komperhensif, Jangka Panjang dan Elaboratif

BADUNG,MENITINI.COM – Permasalahan sampah yang kini masih menjadi momok pariwisata Bali dinilai perlu mendapatkan strategi yang lebih komperhensif dengan melakukan pendekatan teknologi.

Tentunya konsep yang diambil adalah pola penanganan jangka panjang yang terintegrasi. Hal itu berkaca dari masih tingginya ketergantungan masyarakat terhadap TPA Suwung.

Ketika terjadi permasalahan di TPA Suwung, permasalahan sampah kembali mencuat dan menjadi citra negatif bagi pariwisata Bali.

General Manager The Nusa Dua, IGN Ardita mengatakan insiden kebakaran di TPA Suwung cukup berdampak bagi kawasan The Nusa Dua. Walau pihaknya punya sistem tata kelola sampah sendiri, belum bisa mengurangi permasalahan sampah secara keseluruhan.

Penanganan masalah sampah memerlukan perhitungan kajian yang baik. Dengan demikian, diharapkan permasalahan yang terjadi selama ini di masyarakat dapat tertangani dengan baik. 

BACA JUGA:  Menuju World Water Forum di Bali 2024, Lemhanas RI Bahas Ketahanan Air  

Pemerintah diharapkan dapat melahirkan konsep jangka panjang dalam upaya penanganan sampah terintegrasi dan bisa menyelesaikan permasalah yang terjadi.

Sebab, Bali sebagai destinasi pariwisata dunia, tidak elok jika belum mampu menangani permasalahan sampah dengan maskimal.

“Masalah sampah ini perlu suatu konsep yang terintegrasi dan bergerak menggunakan ke tekhnologi. Sebab tekhnologi sekarang berkembang pesat dan beberapa negara telah mengimplementasikannya untuk menangani masalah sampah,” terangnya belum lama ini.

Untuk penanganan sampah di Nusa Dua, pihaknya mengupayakan agar hal itu dapat semaksimal mungkin dikelola di internal. Dimana pihak tenant yang menghasilkan sampah basah diminta untuk disalurkan kepada masyarakat yang membutuhkan.

Sebab sampah basah hotel pada umumnya dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak dan sebagainya. Sedangkan sampah organik yang mendominasi sekitar 85 persen dikelola untuk dijadikan pupuk. “Sisanya yang berupa residu ini yang memerlukan tempat, yang kita alokasikan di kawasan dulu. Namun ini yang perlu pengelolaan lebih lanjut, karena berupa sampah B3,” ujarnya.

BACA JUGA:  Musim Sampah Kiriman Berakhir, 1.464 Ton Sampah Berserakan di Periode Januari-April

Hal senada diungkapkan Bendesa Adat Tanjung Benoa, Made Wijaya. Saat ini pola penanganan sampah memang belum maksimal dilakukan.

Ia menilai semua desa adat seyogyanya memiliki TPS3R yang diyakininya dapat memperkecil kemungkinan volume sampah yang dibawa ke TPA Suwung.

Dimana Kabupaten Badung sendiri telah menggiatkan pengadaan TPS3R dan diharapkan menjadi percontohan bagi daerah lainnya dalam penanganan sampah agar tuntas dari sumbernya.

“Kami di Desa Asat Tanjung Benoa sudah merealisasikan TPS3R bersama kelurahan. Hal ini sangat penting seiring dengan wacana penutupan operasional TPA Suwung,” ucapnya terpisah.

Kedepan, keberadaaan TPS3R itu diharapkan dapat dilakukan penguatan, khususnya kepada wilayah kelurahan. Penguatan yang dimaksud pihaknya adalah terkait pengalokasian anggaran setiap tahun yang bersumber dari APBD.

BACA JUGA:  Yogyakarta Bukti Ilmiah Keberhasilan Proyek Wolbachia di Indonesia

Sebab selama ini kelurahan diakuinya masih terkendala terkait operasional, sehingga hal itu memerlukan perhatian pemerintah dalam upaya memaksimalkan keberadaan TPS3R.

Sepanjang pemerintah belum bisa mengalokasikan anggaran per tahun ke TPS3R ia merasa cukup banyak kedepan TPS3R yang akan terbengkalai. “Sebab bagaimanapun juga, kesejahteraan pengelolaan TPS3R perlu diperhatikan. Sehingga mereka dapat sejahtera dan nyaman bekerja di tempat sampah,” ujarnya.

Untuk itu pemerintah perlu merancang suatu regulasi yang dapat memberikan pengalokasian anggaran setiap tahun kepada TPS3R yang ada di kelurahan. Sebab pemerintah desa melakukan hal itu untuk mengoptimalkan peran TPS3R di masyarakat. (M-003)

  • Editor: Daton