Polda Bali Kembali Tangkap Dokter Gigi Residivis Kasus Aborsi

DENPASAR,MENITINI.COM-Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Bali menangkap seorang dokter gigi yang diduga telah melakukan aborsi secara ilegal, Senin (8/5/2023). Dokter berinisial Ketut AW (53) ini sebelumnya telah ditangkap sebanyak tiga kali dalam kasus yang sama.

Wakil Direktur Ditreskrimsus Polda Bali AKBP Ranefli Dian Candra mengatakan, penangkapan terhadap dokter Ketut AW tersebut atas informasi dari masyarakat, yang mengatakan bahwa dr. Ketut AW kembali membuka praktek aborsi, sehingga Tim Subdit V Cyber Ditreskrimsus melakukan penyelidikan.

“Kami browsing (mencari) di internet dengan keyword Dokter Arik, terlihat alamat praktek dokter ilegal tersebut,” ungkap AKBP Ranefli. Dari hasil konfirmasi ke Sekretariat Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Bali, penyidik mengetahui bahwa tersangka tidak terdaftar IDI Bali.

BACA JUGA:  Perkara Impor Gula, Penyidik Tahan Direktur PT SMIP

Diketahui juga tersangka merupakan residivis kasus aborsi pada tahun 2006 dengan divonis 2,5 tahun penjara. Setelah bebas pada tahun 2009, ia kembali buka praktek dan ditangkap serta divonis 6 tahun penjara. Dalam pemeriksaan, tersangka mengakui segala perbuatannya. Bahkan saat digerebek, ia baru saja selesai melakukan praktek aborsi kepada pasiennya.

Dari penggeledahan, disita alat-alat kedokteran yang digunakan untuk melakukan aborsi. Seperti buku catatan rekap pasien, alat USG merk Mindray, satu dry heat sterilizer plus ozon, satu set bed modifikasi dengan penopang kaki dan seprai, peralatan kuretase, obat bius, serta obat-obatan lain pasca aborsi. Kemudian uang tunai Rp 3,5 juta, dan dua buah handphone juga turut disita.

BACA JUGA:  Nyoblos, Jaksa Agung Burhanuddin Tegaskan Setiap Warga Negara Miliki Tanggung Jawab Tentukan Arah Masa Depan Bangsa

Penyidik menjerat tersangka dengan pasal berlapis yakni Pasal 77 dan 78 jo Pasal 73 ayat 1 dan ayat 2 Undang-Undang Nomor 29 tahun 2004 tentang praktik kedokteran ancaman hukuman lima tahun penjara dan denda Rp 150 juta, dan Pasal 194 jo Pasal 75 ayat 2 undang-undang Nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan dengan ancaman hukuman 10 tahun penjara dan denda Rp 10 miliar rupiah. (M-003)

  • Editor: Daton