MENITINI – Hampir setahun sudah Kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di Kota Denpasar lowong. Selain purna tugas ada juga yang meninggal dunia. Kini 10 OPD Kota Denpasar diisi Pelaksana Tugas, (Plt) dari 30 OPD yang ada.
Sepuluh OPD yang dijabat Plt yakni Dinas kearsipan dan Perpustakaan Daerah, Inspektorat, Dinas Pertanian, Disdikpora, Dinas Tenaga Kerja, Dinas Sosial, Dinas Koperasi, Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, Sekwan dan Dinas Kebudayaan.
Kepala OPD jabatan politik. Secara aturan, memang gubernur, bupati/walikota tidak lagi memiliki kewenangan mengangkat langsung para kepala dinas. Jabatan kepala dinas hanya bisa diisi lewat proses seleksi uji kelayakan dan kepatutan. Ini mengacu Undang-Undang (UU) Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (Pemda) yang telah direvisi DPR-Pemerintah.
Semua pejabat eslon II atau setingkat kepala dinas dipilih melalui proses seleksi oleh Panitia Seleksi (Pansel) yang diketuai Sekretaris Daerah (Sekda). Pansel melakukan penilaian, verifikasi, penelitian dan penilaian administrasi serta penelusuran rekam jejak, moralitas dan integritas. Juga melewati uji kompetensi melalui penggalian potensi, presentasi uji gagasan/makalah dan wawancara.
Hasil seleksi diumumkan, biasanya melalui website Badan Kepegawaian Daerah (BKD) atau diumumkan melalui media. Setelah itu Pansel menyerahkan kepada Wali Kota I G N Jayanegara sebagai user. Bersamaan itu kerja Pansel selesai. Wali Kota kemudian memilih salah satu untuk diusulkan kepada Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) dan selanjutnya dilantik. Nama pejabat yang dipilih sepenuhnya menjadi kewenangan Wali Kota.
Memilih pejabat yang menempati 10 kepala OPD yang lowong saat ini, tentunya tak hanya figur yang tepat dan cocok, walau dianggap cakap dan berpengalaman. Faktor garis tangan (nasib) dan tanda tangan sangat berperan. Asalkan jangan ada campur tangan, apalagi buah tangan.
Untuk memilih siapa, mantan Wakil Wali Kota ini sudah terbukti dan teruji saat memilih Ida Bagus Wiradana sebagai Sekda Kota. Ia kukuh dengan pendirian dan tak mau diintervensi termasuk ia mesti berbeda dengan “atasannya”.
Penempatan pejabat eselon II sekurang kurangnya mencerminkan heterogenitas Kota Denpasar sebagai ibukota Provinsi Bali. Mengutip resources.workable, kepemimpinan inklusif, kemampuan pejabat mengelola sekelompok orang yang heterogen tak memandang istimewa tiap kelompok, tanpa memikirkan perbedaan warna kulit, ras, dan budaya. Kepemimpinan inklusif juga membantu menyeimbangkan tuntutan kerja sekaligus mampu menjabarkan dan mengeksekusi janji kampanye Jaya-Wibawa. Masyarakat kota sedang menanti janji itu.
Plt yang terlalu lama, tampaknya sulit mengambil kebijakan strategis karena terbatasnya kewenangan. Kita berharap dalam waktu yang tak terlalu lama 10 Kepala OPD Kota Denpasar segera terisi oleh pejabat yang sedang digodok pansel.
Kepala Ombudsman Bali, Umar Ibnu Alkhatab dalam diskusi Sabtu malam (6/1) di Pojok Sudirman mengatakan, bila keputusan politik inklusif dilakukan Pak Wali Kota Jaya Negara, ia tak hanya meninggalkan legacy tapi lebih dari itu menciptakan pendekatan politik baru yang mengakomodir semua kepentingan di Kota Denpasar. agustinus apollonaris daton