JAKARTA,MENITINI.COM-Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Prof. Dr. Asep Nana Mulyana menyetujui penyelesaian 10 perkara pidana melalui mekanisme Restorative Justice atau keadilan restoratif. Keputusan ini diambil usai ekspose virtual yang digelar pada Senin, 5 Mei 2025.
Salah satu kasus yang menarik perhatian adalah perkara penggelapan di Yogyakarta, yang melibatkan tersangka Rindi Andriani. Ia diduga melanggar Pasal 372 KUHP setelah menggadaikan sepeda motor sewaan guna membayar biaya pengobatan orang tuanya yang sedang sakit. Kasus ini mendapat respons cepat dari Kejaksaan Negeri Yogyakarta, yang memfasilitasi perdamaian antara tersangka dan pemilik motor, “Pacul Rental Motor”.
“Dalam proses perdamaian, tersangka mengakui dan menyesali perbuatannya serta meminta maaf kepada korban. Korban juga memaafkan dan meminta agar proses hukum dihentikan,” ujar JAM-Pidum.
Berdasarkan hasil musyawarah dan pertimbangan sosiologis, Kejaksaan Tinggi D.I. Yogyakarta mengajukan permohonan penghentian penuntutan, yang kemudian disetujui oleh JAM-Pidum. Proses ini menjadi contoh penerapan keadilan yang tidak melulu berujung di meja hijau.
Selain kasus Rindi, sembilan perkara lain juga diselesaikan dengan cara serupa, di antaranya penganiayaan di Kepulauan Sangihe, pencurian di Palembang dan Yogyakarta, serta penadahan di Aceh.
Beberapa alasan pemberian penghentian penuntutan antara lain karena tersangka belum pernah dihukum, ancaman hukuman di bawah lima tahun, serta adanya perdamaian yang dilakukan secara sukarela. “Restorative justice ini bukan berarti melemahkan hukum, tapi menguatkan keadilan dengan mempertimbangkan kemanusiaan,” tambah JAM-Pidum.
JAM-Pidum juga meminta seluruh Kejaksaan Negeri segera menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) sebagai tindak lanjut dari keputusan ini, sesuai Peraturan Kejaksaan RI Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran Nomor 01/E/EJP/02/2022. (M-011)
- Editor: Daton