JAKARTA,MENITINI.COM-Setelah mencetak rekor tertinggi sepanjang masa selama tiga hari berturut-turut, harga Bitcoin akhirnya terkoreksi dan melemah ke level $117.000. Koreksi ini terjadi usai Bitcoin menyentuh puncak harga baru di $122.800 pada Senin (14/7), setelah sebelumnya melonjak ke $119.300 (13/7) dan $118.500 (11/7).
Analis dari platform kripto Reku, Fahmi Almuttaqin, menjelaskan bahwa tekanan terhadap harga Bitcoin tidak lepas dari meningkatnya kekhawatiran pasar terhadap inflasi Amerika Serikat. Data Consumer Price Index (CPI) untuk bulan Juni menunjukkan lonjakan harga konsumen sebesar 0,3% secara bulanan dan 2,7% secara tahunan — kenaikan tertinggi sejak Januari tahun ini.
“Lonjakan CPI ini dipicu oleh naiknya harga barang impor seperti perabot rumah tangga, elektronik, dan pakaian, yang terdampak langsung oleh tarif dagang baru yang diberlakukan AS terhadap Uni Eropa dan Meksiko,” ujar Fahmi. “Kondisi ini menambah kekhawatiran bahwa efek inflasi dari kebijakan tarif Presiden Trump mulai terasa, dan memperkuat ekspektasi bahwa suku bunga The Fed tetap bertahan di kisaran 4,25%–4,50% hingga setidaknya September.”
Rotasi Modal ke Altcoin, Kapitalisasi Menengah Bersinar
Menariknya, meski Bitcoin terkoreksi, sejumlah altcoin justru menunjukkan performa impresif. Aset seperti PENGU, XLM, CRV, dan ALGO mencatatkan lonjakan harga lebih dari 50% dalam sepekan terakhir, dengan CRV bahkan naik lebih dari 10% dalam 24 jam terakhir.
Fahmi menilai fenomena ini sebagai sinyal adanya rotasi kapital dari Bitcoin ke aset berkapitalisasi menengah. “Jika tren ini berlanjut, altcoin bisa mengalami dorongan yang lebih kuat, terutama jika ekspektasi penurunan suku bunga tetap tinggi,” katanya. Namun, ia juga mengingatkan bahwa volatilitas altcoin yang tinggi dapat dengan cepat membalikkan tren keuntungan.
Intervensi politik juga menjadi faktor krusial yang mempengaruhi sentimen investor. Tekanan Presiden Trump terhadap Ketua The Fed Jerome Powell, termasuk kemungkinan dorongan untuk menurunkan suku bunga ke 1% atau bahkan meminta pengunduran dirinya, turut menambah dinamika ketidakpastian.
Strategi Investasi: Waspada tapi Adaptif
Bagi investor, kondisi pasar saat ini dinilai sebagai fase penting dalam siklus bullish. “Investor perlu disiplin dan tetap waspada terhadap potensi pembalikan arah. Meski peluang profit besar terbuka di altcoin, risiko juga meningkat,” ujar Fahmi.
Ia menyarankan investor pemula untuk mempertimbangkan instrumen indeks seperti Reku Packs, yang menawarkan eksposur terhadap berbagai aset kripto dalam satu kali pembelian. Alternatif lainnya adalah Web3 Wall Street Fund, portofolio saham AS yang terpapar pada sektor blockchain, bagi mereka yang ingin eksposur ke kripto tanpa berinvestasi langsung di aset digital.
Strategi Dollar Cost Averaging (DCA) juga menjadi pilihan bijak di tengah ketidakpastian makro. “Dengan pembelian rutin dalam jumlah tetap, investor dapat memperoleh harga rata-rata dan meminimalkan risiko fluktuasi ekstrem,” jelas Fahmi.
Legitimasi Bitcoin Kian Menguat
Meski terkoreksi, pencapaian Bitcoin yang menembus level $120.000 diyakini menepis keraguan bahwa harga sudah terlalu tinggi di kisaran $116.000. Potensi masuknya aliran dana besar ke pasar kripto tetap terbuka, terutama jika kebijakan pelonggaran ekonomi AS mulai berlaku.
“Bitcoin semakin dilihat sebagai aset lindung nilai yang sah, bahkan oleh perusahaan-perusahaan besar. Tren adopsi sebagai corporate treasury terus berkembang dan memperkuat legitimasi Bitcoin sebagai instrumen investasi jangka panjang,” pungkas Fahmi.*
- Editor: Daton